Inspirasi

Azab karena Menolak Lamaran Orang Shalih

Menolak atau menerima lamaran bukanlah hal yang remeh dalam agama Islam. Semuanya masuk dalam kategori besar pertanggungjawaban seorang hamba di hadapan Allah Ta’ala, kelak di Hari Perhitungan. Hendaknya kaum Muslimin memperhatikan hal ini dengan baik dan menjalankannya sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Di antara panduan terkait hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaknya meminang (kepada anak/kerabat perempuan)mu, nikahkanlah dia. Jika engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.”

Menjelaskan hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi ini, Drs Muhammad Thalib mengatakan, “Hadits ini memerintahkan kepada seluruh kaum Muslimin, khususnya orang tua atau wali, untuk benar-benar memperhatikan ketaatan beragama dan akhlak laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau perempuan di bawah perwaliannya.”

Jika datang seorang laki-laki yang shalih dan baik akhlaknya, maka orang tua atau wali dituntut untuk menerima lamaran tersebut, meskipun laki-lakinya tidak tampan atau belum memiliki pekerjaan yang bergengsi dalam pandangan manusia umum.

Bahkan, jika laki-laki tersebut tidak memiliki biaya untuk menikah, tapi niatnya sungguh-sungguh, maka masyarakat kaum Muslimin diharuskan memberikan bantuan kepada laki-laki tersebut.

Sebaliknya, jika lamaran tersebut ditolak hanya karena alasan duniawi lainnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan akan terjadinyya fitnah di masyarakat tersebut. “Jika masyarakat tidak mau membantu, bahkan membiarkannya membujang karena tidak mendapatkan perempuan yang mau dijadikan istri,” tutur Drs Muhammad Thalib, “mereka akan mengalami kerusakan sendiri.”

Bentuknya, lanjut Drs Muhammad Thalib, “Mungkin sekali lingkungan mereka akan menjadi rusak karena banyaknya pembujangan. Orang yang membujang boleh jadi terjerumus ke dalam penyelewengan seksual. Jika hal ini meluas di tengah masyarakat, sudah tentu malapetaka ini akan membahayakan kesejahteraan mereka.”

Mari melihat ke sekeliling kita. Melihat kepada tetangga dan keluarga-keluarga kita. Adakah di antara mereka yang shalih dan baik akhlaknya, lalu berniat menikah, kemudian kita membiarkan padahal mampu membantunya?

Adakah anak-anak atau saudara-saudara perempuan yang akan menikah, lalu kita tidak menyepakati calon yang melamar hanya karena pekerjaan dan tampangnya yang pas-pasan, padahal agama dan akhlaknya penuh pesona mengikuti sunnah?

Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]