Salah satu problem yang dihadapi orang tua di zaman sekarang adalah, anaknya yang masih remaja suka berbohong. Bahkan, orang tua sendiri dibohongi ketika ia pulang terlambat dari sekolah dan ditanya alasannya.
Mengapa anak suka berbohong? Bisa jadi, tindakan kita para orang tua –sadar atau tidak- telah membentuk mereka menjadi suka bohong. Apa saja tindakan itu? mari kita simak dan kita hindari. Kita jauhi.
Berbohong
Anak adalah makhluk yang paling mudah meniru (imitate). Apa yang dilakukan orang tuanya akan ditiru. Apa yang dicontohkan orang tuanya lebih membekas daripada apa yang dikatakannya. Seribu kata-kata orang tua bisa dilupakan oleh anak begitu saja, tetapi satu saja kebiasaan orang tua akan menancap dalam perilakunya.
Sayangnya, banyak orang tua yang sejak kecil telah berbohong kepada anak. Ini yang kemudian direkam oleh anak dan ditirunya. Misalnya, ketika anak menangis, si ibu akan membujuknya, “Diam ya nak, kalau kamu diam, ibu akan memberikan mainan.” Anak pun diam karena terpancing dengan kompensasi yang akan diterimanya. Tapi setelah sekian lama menunggu, ia tidak pernah mendapatkan mainan yang dijanjikan oleh sang ibu.
Sekali saja orang tua berbohong, ini akan direkam oleh sang anak. Ia akan membuat kesimpulan: berbohong itu tidak apa-apa. Yang lebih berbahaya, jika orang tua biasa berbohong. Semakin sering, semakin anak akan terbiasa dengan kebohongan. Hari ini dibohongi agar ia diam. Besuk dibohongi agar ia mau belajar. Besuknya lagi dibohongi agar anak mau berangkat sekolah, dan sebagainya.
Mengajari bohong
Entah sadar atau tidak, ada orang tua yang mengajari anaknya agar berbohong. Mana mungkin? Iya, begini contohnya. Ketika ada tamu yang tidak dikehendaki oleh orang tua, atau ketika ada pengamen yang dianggap mereka mengganggu, orang tua menyuruh anak untuk mengatakan, “Papa mama sedang tidak ada,” dan sejenisnya.
Mungkin orang tua tidak menyadari bahwa hal ini akan sangat fatal membentuk jiwa anak biasa berbohong. Maka jangan salahkan anak jika suatu saat kita dibohongi, karena kitalah yang telah mengajarinya berbohong.
Menghukum anak saat ia jujur
Ada pula anak yang semula jujur menjadi ‘berlatih’ berbohong karena perlakuan orang tua yang menghukumnya saat ia jujur. Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari saat mengisi pelatihan parenting di Dresden mencontohkan, ada anak yang mengaku memecahkan vas bunga, ia dimarahi oleh orang tuanya. Ia jujur, ia mengaku berbuat salah, malah dijatuhi hukuman.
Belajar dari hal tersebut, anak bisa berpikir, “kalau saya mengaku, kalau saya jujur, saya pasti kena hukuman”. Akhirnya, ia berbohong. Ketika suatu hari ia ditanya oleh ayahnya, “Siapa yang memecahkan gelas di ruang tamu?” Ia pun menjawab “Bukan saya, Yah” Lalu ia suka berbohong karena dengan berbohong seperti itu ia selamat dari marah dan hukuman.
Apresiasi saat bohong
Bisa pula anak suka berbohong karena sewaktu ia pertama kali berbohong, ia justru diapresiasi oleh orang tuanya. Misalnya anak kita berbohong atau membohongi kakaknya, lalu kita tertawa karena merasa terhibur. Nah, ini bisa dianggap sebagai apresiasi. Dan anak yang membutuhkan perhatian lalu ia mendapatkannya dengan cara begini, berbohong bisa menjadi suatu yang ia suka. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/keluargacinta.com]
2 Comments
Comments are closed.