Rumah tangga itu menyenangkan. Penuh tantangan. Dipergilirkan antara suka dan duka, sedih dan senang, dan pergantian rasa serta kesan lainnya. Semuanya itu terasa indah karena dijalani dalam rangka ibadah kepada Allah Ta’ala, dalam ikatan yang halal dan diberkahi.
Di antara hikmah dipergilirkannya rasa dan kesan dalam rumah tangga ialah nikmatnya saat bersama. Ketika rasa haru bertemu dan tak kuasa digambarkan dengan kalimat tulisan atau ungkapan lisan. Ketika itu, gemuruh jiwa berpadu dalam melodi harmoni bertabur cinta dan rindu.
Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham menyampaikan lima kondisi tatkala kedekatan seorang suami dengan istrinya terasa sangat menyenangkan, nikmat, dan menenteramkan.
Mula-mula, kenikmatan berjuta rasa itu terjadi saat sentuhan pertama. Dai kelahiran Banjarmasin ini menyebutkan, “Setelah berhasil menahan diri untuk tidak menyentuh calon istri, kecuali setelah ijab qobul dalam pernikahan.”
Inilah saat yang paling mendebarkan. Berjuta rasa nikmat dan kesannya.
Waktu kedua yang membuat kebersamaan semakin menyenangkan ialah masa yang dimaksud oleh pemimpin Majlis az-Zikra ini dengan ‘wiladah’. Kata beliau, “Setelah ‘wiladah’ melahirkan, dari anak pertama menuju anak kedua. Dan itu menambah indah.”
“Setelah masa libur haid,” lanjut dai yang putra pertamanya menikah di usia 17 tahun ini. Setelah masa libur datang bulan, pertemuan dengan istri sangatlah menyenangkan. Persis seperti keindahan adzan Maghrib dan tegukan air pertama bagi orang-orang yang berbuka puasa.
Seiring berjalannya waktu, suami atau istri akan melakukan berbagai jenis bepergian. Dan ternyata, aktivitas ini akan menerbitkan rindu bagi sepasang suami-istri. “Setelah bepergian jauh dan lama.” tulis beliau. Dan rasanya, “Lalu kangeeeeeen sekali.”
Dalam interaksi suami-istri, konflik ialah niscaya. Bahkan pertengkaran menjadi bumbu yang mujarab untuk mendekatkan antara suami dan istri, jika disikapi dengan bijak dan mengesampingkan egoisme masing-masing. “Setelah berantem antara suami dan istri,” tulis Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham, “lalu berdamai, saling menyesal, bermaafan, dan berpelukan.”
Di akhir taujihnya, dai yang kerap dijumpai mengenakan busana serbaputih ini menyatakan, “Ternyata perkara dalam halal itu, semuanya indah.”
Masya Allah.
Wallahu a’lam. [Pirman/keluargacinta]
*Penulis adalah murid di Sekolah Bisnis DKK