Sang suami sedang bertugas di luar kota. Saat pergi, anaknya tengah sakit. Dan, si kecil wafat ketika suaminya belum pulang. Tiada alat komunikasi untuk memberi kabar, sang suami pun tidak mengetahui jika anak kesayangannya telah dipanggil oleh Allah Ta’ala.
Saat mendengar kabar bahwa suaminya sedang dalam perjalanan pulang, sang istri berpesan kepada keluarga dan kaum Muslimin, “Tolong, jangan kabarkan kepada suamiku bahwa anak kami telah meninggal dunia. Biar aku sendiri yang mengabarkannya.”
Menjelang malam, sang suami pun sampai di rumah dengan selamat, tiada kurang suatu apa pun. Dengan cerdas dan cekatan, rupanya sang istri telah mempersiapkan sambutan terbaik untuk imamnya di dunia dan surga itu. Ia memasak istimewa, dan berdandan layaknya pengantin baru di malam pertama.
Sang suami pun disambut dengan sambutan terbaik. Ditawarkan membersihkan badan, lalu diajak menikmati hidangan spesial malam itu. Sebelum menerima tawaran membersihkan badan dari sang istri, lelaki shalih ini bertanya, “Bagaimana keadaan anak kita?”
Dengan cerdas, sang istri shalihah ini menjawab singkat,, “Sekarang, kondisinya lebih baik dari kemarin.” Dipahami oleh suami sebagai sembuh dari sakit, padahal maksud sang istri bahwa anaknya lebih baik karena sekarang sudah bertemu dengan Allah Ta’ala.
Sepasang suami-istri ini pun menikmati makanan. Bak pengantin baru. Hanya berdua. Lahap. Kenyang. Tak lama setelahnya, keduanya pun menikmati ibadah rasa surga yang dicipkan di dunia itu. Larut dalam nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala.
Pagi harinya, ketika sang suami yang merasa puas belum sempat bertanya, sang istri lebih dulu menyampaikan soalan, “Sayang, bagaimana menurutmu jika sesuatu yang dititipkan kepada kita diambil oleh yang memiliki?”
“Ya,” jawab sang suami, “harus direlakan. Kudu dikembalikan.”
“Jika demikian,” ujar sang istri, “bersabarlah. Putra kesayangan kita telah meninggal dunia.”
Rupanya, sang suami marah. Bayangan kenikmatan malam itu pun melintas di dalam pikirannya. Menurutnya, “Gimana hukumnya ini? Sedang mendapat musibah, malah saling menikmati.”
Lelaki surga ini pun mendatangi Nabi dan bertanya. Sang Nabi pun tersenyum. Beliau mengagumi kecerdasan sang istri dalam menghibur hati suaminya. “Allah Ta’ala,” jelas Nabi kepada suami-istri itu, “memberkahi apa yang kalian lakukan tadi malam.”
Legalah hati sang lelaki. Bahagialah sang istri. Sungguh, ini kisah nyata. Laki-laki shalih tersebut adalah Abu Thalhah al-Anshari, sedangkan si wanita cerdas nan shalihah itu adalah Ummu Sulaim. Atas berkah yang dialami malam itu, sembilan anak diberikan Allah Ta’ala kepada keduanya. Semuanya penghafal al-Qur’an.
Jadi, jangan ragu. Disepakati saja antara Anda dan pasangan. Sepedih apa pun, jika memungkinkan dan saling berhajat, rencanakan ketercapaiannya. Ini halal. Dan, berkah. Setelah direncanakan dengan baik dan tidak ada pihak atau urusan yang terganggu karenanya, selanjutnya terserah Anda berdua. [Pirman/Keluargacinta]