Akhwat ini mengalami episode pilihan yang tak biasa. Meski tampilannya tidak terlalu bening jika dibandingkan para artis, ada beberapa ustadzah, orang tua, dan teman-temannya yang menawarinya calon suami.
Ikhwan yang diajukan pun beragam. Mulai dari yang masih kuliah semester akhir, fresh graduate dengan nilai dan kepribadian menawan, hafizh al-Qur’an 30 juz, dan predikat mentereng lainnya. Semakin kompleks ketika usia dan status mereka beragam. Mulai dari yang dua puluhan, menjelang dan baru lewat tiga puluhan, hingga yang berusia hampir kepala empat; dari yang belum pernah taaruf hingga yang sudah berkali-kali kenalan, tapi belum bertemu dengan jodohnya.
Persoalannya, akhwat ini justru tergoda dengan seorang laki-laki yang menurutnya shalih, tapi sudah menikah dan memiliki beberapa anak.
Cara tergodanya pun tak biasa. Si laki-laki ini memang seorang pendakwah yang biasa mengisi kajian di berbegai tempat. Istrinya juga seorang ustadzah, anak-anaknya pun cemerlang; penghafal al-Qur’an dan prestatif di sekolahnya masing-masing. Selain itu, kehidupan laki-laki ini amat sederhana. Kepribadian dan tutur katanya memikat.
Akhwat ini menyadari, cinta yang turun di hatinya adalah fithrah. Allah Ta’ala Berkuasa menurunkannya di tempat mana pun. Yang menjadi masalah, adalah tentang bagaimana caranya membicarakan hal ini dengan keluarga-keluarganya. Apalagi, di zaman ini, menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat merupakan hal yang tabu dalam pandangan masyarakat. Belum lagi anggapan kurang baik bagi seorang wanita perawan yang mengajukan diri untuk dinikahi. Akan semakin lengkap gunjingan mereka.
Maka hari-hari setelah timbulnya rasa cinta, dan semakin bertambah seiring berjalannya masa, sang akhwat pun melakukan banyak upaya memohon petunjuk. Bermula dari perbaikan niat untuk menikah, mengencangkan ibadah ritual seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an seraya memanjatkan pinta dan menyampaikan soalannya kepada Allah Ta’ala.
Sederhana sebenarnya, cukup mengikuti kata hati yang bersesuaian dengan syari’at, lalu memantapkannya dengan senantiasa memohon kekuatan dari Allah Ta’ala yang diiringi dengan upaya ikhtiari yang dibolehkan. Selebihnya, tutup telinga dari komentar orang.
Tapi, lagi-lagi, ini tak semudah yang dituliskan atau dinasihatkan motivator. Ada banyak soalan yang berhubungan dengan perasaan. Sebagiannya gampang dikelarkan, sebagian lainnya pelik dan berliku.
Duh, jika soalan ini menimpa Anda sebagai akhwat, atau anak-anak Anda, kira-kira, apakah solusi yang akan Anda upayakan? [Pirman/Keluargacinta]
2 Comments
Comments are closed.