Hari belum cukup panas. Mentari masih malu-malu. Mengintip dari balik jendela sebuah gedung pendidikan. Saat kami tengah asyik berbincang dengan istri sembari menikmati santapan pagi lengkap dengan kopi hangatnya, seorang ibu paruh baya beranak tergopoh, lalu melontarkan kalimat mengejutkan, “Saya jenuh, Pak!”
Wanita ini, lalu melanjutkan kisahnya. Suaminya, saat sehat, bertindak sewenang-wenang. Jarang menafkahi, berlaku kasar, dan sudah lama tidak mencukupi kebutuhan biologisnya. Kemudian Allah Ta’ala menaqdirkan suaminya itu menderita sakit. Parah. Harus dipasang alat bantu di organ dalam tubuhnya.
Dalam masa kritis itu, “Saya sudah melakukan semuanya. Saya persembahkan seluruh hidup hingga hampir mati atau gila, untuk dia, Pak!” ungkap si wanita. Penuh emosi.
Kini, sang suami berangsur pulih. Tabiatnya itu, rupanya tidak sembuh total. Sang suami kembali kambuh. Akhlak buruknya berlanjut. Tidak kapok.
“Saya jenuh, Pak. Sangat jenuh. Apalagi,” hentinya menghela nafas, “ada laki-laki lain yang baik kepada saya. Beberapa kali komunikasi. Berpendidikan.”
Di akhir curahan hatinya, wanita yang mengaku nafsu makan ini bertanya, “Apa yang harus saya lakukan atas persoalan ini?”
Jenuh itu manusiawi. Bosan itu hal yang biasa dalam kehidupan, terlebih rumah tangga. Akan menjadi persoalan pelik saat jenuh tidak diobati hingga bertumpuk-tumpuk dan kelak menghancurkan. Akan menjadi lebih rumit lagi jika sebab jenuh adalah perilaku tak berkenan dari pasangan, lalu dia menemukan tambatan hati yang lain.
Perbaikilah komitmen. Niat dalam menikah. Adakah Anda ingat bahwa menikah itu perjanjian yang agung? Lupakah Anda bahwa ‘Arsy Allah Ta’ala bergetar saat ijab qabul terucap? Tidakkah Anda pahami, setan akan senantiasa menggoda siapa pun yang telah menikah agar menempuh jalan perceraian nan menyesakkan dada?
Niatkan karena Allah Ta’ala. Selesailah semua persoalan. Meski tak mudah, inilah kunci utama untuk mengatasi jenuh dalam berumah tangga. Dalam kasus ini, sang istri harus paham betul, “Jika ikhlas, balasan dari Allah Ta’ala mustahil meleset. Janji-Nya pasti. Jika tak di dunia, insya Allah ditabung untuk arungi kehidupan pelik setelah kematian.”
Setelah luruskan niat, bicarakan. Agendakan pengajian untuk diri sendiri dan kajian keluarga. Satu pekan sekali untuk keilmuan, dan ritual membaca al-Qur’an di rumah saban hari, sesuai waktu yang disepakati.
Selebihnya, hal teknis hanya pelengkap. Bukan yang utama. Jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Hanya Dia yang mampu menolong Anda agar menjadi hamba yang baik dengan berlaku mulia kepada pasangan halal Anda.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]