Anak gadis ini bingung untuk bersikap. Ia hidup di tengah polemik kedua orang tuanya. Selama sepuluh tahun, ayah dan ibunya tidak mengalami kejelasan hubungan. Masih sebagai suami-istri. Tapi, tidak ada yang namanya harmonis, mesra, atau komunikasi antara keduanya. Alhasil, keduanya tetap melanjutkan hidup dalam ketidakjelasan, pisah ranjang.
Sang istri, dalam pandangan anak gadis yang memasuki usia remaja-dewasa ini terkesan arogan. Sering didapati memarahi ayahnya dengan suara ketus, keras, dan menyayat hati. Sedangkan sang ayah lebih diam. Jika pun menyampaikan jawaban, sang ayah tidak pernah membela diri. Hanya ungkapan ‘iya’, ‘tidak,’ dan lain sebagainya.
Meski berstatus sebagai kepala keluarga, sang ayah tak pernah didapati oleh anaknya bersikap balik memarahi, menyemburkan ungkapan keras, ketus, dan kasar, atau sejenisnya. Sang ayah, dalam menyikapi konflik keluarga, lebih banyak diam, berpikir, dan mengupayakan solusi dengan apa yang bisa dilakukan.
Rupanya, kesan baik inilah yang ditangkap oleh sang anak. Apalagi, ayahnya sangat tepat dalam merespons setiap keluhan anaknya. Sang anak sangat terkesan dengan cara ayahnya dalam bertutur, menasihati, memerintah, dan lain sebagainya.
Karena itu pula, saat ayahnya sakit, sang anak sangat perhatian kepadanya. Dia merawat dengan baik, bersikap sangat peduli, dan memberikan seluruh kebutuhan ayahnya tanpa diminta. Baginya, sang ayah adalah teladan, meski mendapat perlakuan tidak adil dari ibunya.
Sebaliknya, sang anak justru takut dan menjaga jarak dengan ibunya. Tiada simpati, lebih sering diam, dan tidak peduli. Dalam benaknya, sikap sang ibu saat memarahi ayahnya sangat membekas dan amat sukar dilenyapkan.
Gambaran konflik rumah tangga semacam ini bukan isapan jempol. Ada begitu banyak konflik yang terjadi dalam sebuah rumah tangga, dan banyak pula yang tidak bisa menyimpannya saat berada di depan anak-anak. Sang anak yang seharusnya tidak dilibatkan secara teknis menjadi tahu dan bersikap memihak salah satu ‘blok’ yang berkonflik.
Dalam kisah ini, hendaknya kita bersikap introspektif. Apakah sebagai orang tua, kita sudah bisa melakukan manajemen konflik dengan baik hingga konflik tersebut tidak berdampak buruk pada anak-anak? Apakah kita sebagai anak bisa bersikap bijak dalam menempatkan diri saat melihat kedua orang tua tengah berada dalam sebuah masalah?
Semoga Allah Ta’ala menjaga rumah tangga kita dari segala jenis godaan setan. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]