Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah Ta’ala merupakan ajaran yang sangat lengkap dan menyeluruh, mengatur seluruh persoalan. Tak terkecuali soal pernikahan.
Banyak yang salah memahami dan beranggapan bahwa Islam tidak akomodatif sebab memerintahkan umatnya menikah karena agama calon pasangan hingga terkesan mengesampingkan kualitas fisik berupa ketampanan dan kecantikan.
Padahal, jika teks-teks pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan sahabat-sahabatnya dilihat secara menyeluruh, Islam justru sangat akomodatif bahkan melarang seorang wali menikahkan anaknya dengan laki-laki atau perempuan yang jelek.
Adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar berkata, “Janganlah Anda menikahkan putri-putri Anda dengan seorang laki-laki yang jelek, sehingga hanya dia (laki-laki tersebut) yang merasa senang kepadanya, sedang dia (wanita) tidak menyukainya.”
Kalimat ini berlaku juga untuk kaum laki-laki. Tidak diperkenankan menikahi wanita yang buruk hingga mengakibatkan ketidaksukaan pada dirinya, sementara si wanita menikmati ketampanan si laki-laki bak pangeran yang tidak memiliki cacat.
Nasihat bijak ini menjadi bukti bahwa Islam tidak hanya memperhatikan satu hal dan mengesampingkan hal lainnya. Islam mengatur seluruhnya, bahkan untuk hal-hal yang terkesan kecil hingga diremehkan oleh beberapa kalangan.
Riwayat ini diperkuat dengan banyak hadits yang menyebutkan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam agar laki-laki melihat calon istri sebelum memutuskan untuk melakukan pinangan. Dengan adanya hal yang menarik hati, cinta akan lebih mudah untuk ditumbuhkan.
Tentunya, makna cantik, tampan, dan kebalikannya ini sangat relatif dan tidak ada standar bakunya. Cantik tidak selalu bening, tinggi, wangi, dan semua definisi lain layaknya yang terdapat pada artis-artis. Pun dengan tampan yang tidak selalu identik dengan tinggi, kekar, berotot, bening, gagah, dan lain sebagainya.
Urusan ini dikembalikan sepenuhnya kepada masing-masing pihak untuk memutuskan. Karena kecantikan dan ketampanan bersifat relatif, sangat berkaitan erat dengan selera dan latar belakang seseorang.
Intinya, ada sesuatu yang membuat kita tertarik hingga mencintai pasangan. Apalagi ketertarikan fisik hanya bersifat sementara. Tidak akan kekal. Lalu menyusut seiring berjalannya waktu.
Jadi, utamakan akhlak dan agama. Barulah melihat hal lain yang membuat Anda tertarik, suka, dan ridha. Bukan sebaliknya; asal cantik atau tampan, iman belakangan. Jika ini yang Anda lakukan, bersiaplah kecewa.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
3 Comments
Comments are closed.