Mahar atau maskawin merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya. Mahar merupakan hak calon istri. Mereka bisa meminta apa pun, sesuai dengan keinginannya.
Diwajibkannya mahar berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. an-Nisa [4]: 4)
Selain ayat tersebut, banyak hadits Nabi yang menyebutkan tentang mahar. Meskipun sebagian besar sabda Nabi tidak dipraktikkan di zaman ini, bahkan banyak sekali kaum Muslimin yang menggunakan sabda Nabi hanya sesuai dengan keinginannya.
Misalnya, Nabi pernah menyebutkan bahwa Muslimah terbaik untuk dijadikan istri adalah yang paling murah maharnya. Bahkan, ada begitu banyak Muslimah yang mendatangi Nabi, mengajukan diri untuk dinikahkan tanpa sedikit pun menyebutkan mahar yang mereka inginkan.
Peristiwa ini merupakan bukti berkualitasnya iman generasi sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang hanya fokus menikah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, bukan untuk tujuan mengumpulkan harta.
Saking mudah dan murahnya mahar di zaman Nabi, ada begitu banyak kisah-kisah mahar unik yang pernah terjadi. Salah satu mahar unik yang mungkin tidak akan pernah kita dapati lagi di zaman akhir ini adalah mahar yang diberikan untuk seorang Muslimah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi Rahimahumullahu Ta’ala.
Diriwayatkan dari Amir bin Rabi’ah, ada seorang perempuan dari Bani Fazarah yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Dia mengaku diberi mahar berupa sepasang sandal. Kepada Muslimah tersebut, Nabi yang mulia sampaikan pertanyaan, “Apakah engkau merelakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal?”
Jawab Muslimah itu, singkat, “Ya.”
Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam membolehkanya. Pernikahan wanita tersebut sah.
Bukan bermaksud meremehkan mahar, hendaknya kisah-kisah ini senantiasa kita sampaikan kepada kaum Muslimin, khususnya Muslimah dan walinya serta laki-laki Muslim. Hendaknya ajaran mulia ini diamalkan dengan baik, lalu berserah diri kepada Allah Ta’ala.
Ketika mahar dipersulit, meski seorang Muslimah berhak atasnya, yakinilah bahwa pernikahan akan semakin sukar. Saat pernikahan susah, sementara syahwat mendesak-desak, maka pelarian yang paling pasti adalah perbuatan zina yang hanya menimbulkan kerusakan di muka bumi ini.
Jika Anda seorang Muslimah, bersediakah diberi mahar sepasang sandal?
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]