Secara umum, wanita memandang hubungan suami-istri sebagai ungkapan cinta yang tulus. Lebih dominan kepada perasaan. Mengedepankan rasa nyaman. Malu-malu. Perlahan-lahan.
Jika seorang laki-laki biasa disebut selalu mau tapi sering tak mampu, perempuan justru tidak serta-merta mau tapi senantiasa mampu. Bahkan, ketika seorang suami sudah mencapai puncak, seorang istri bisa jadi baru ‘bangkit’ dan mampu melanjutkan untuk masa yang panjang.
Jika seorang laki-laki sekali ‘keluar’ langsung lemas, maka perempuan bisa berkali-kali alami puncak kenikmatan dalam sekali hubungan.
Di sinilah seorang suami harus bersikap bijaksana. Harus rajin menuntut ilmu dengan membaca dan bertanya kepada ahlinya dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat Islam yang berlaku. Sebagai pemimpin dalam rumah tangga, seorang suami harus bersikap menahkodai dan memiliki inisiatif agar seluruh anggota keluarga merasa nyaman dan terbimbing. Pun istri dalam kaitannya dengan hubungan paling dekat itu.
Andai para suami rajin menelaah ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, mereka akan menemukan sebuah panduan yang amat lengkap. Khusus dalam menyikapi karakter istri dalam soalan ranjang ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam pernah bersabda.
“Janganlah salah seorang dari kalian menjima’ istrinya seperti binatang ternak mendatangi pasangannya. Tetapi hendaklah ar-rasuul (utusan) antara keduanya.”
Salah seorang sahabat bertanya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam ad-Dailami, “Apakah ar-rasuul itu, wahai Rasulullah?”
“Ciuman dan kalimat-kalimat obrolan.” tegas sang Nabi.
Inilah yang sering disebut dengan ‘pemanasan’. Jangan buru-buru. Tak usah tergesa-gesa. Belajarlah mengendalikan diri. Nikmati setiap detik dan jenaknya.
Di antara jalan yang bisa ditempuh oleh seorang suami untuk membangkitkan istri dan melahirkan kenyamanan baginya adalah dengan terbiasa melakukan pemanasan di setiap kondisi. Biasakanlah berbincang dengannya. Sering-seringlah memeluk dan menciumnya di banyak kesempatan. Ketika membangunkan, saat hendak berangkat kerja, ketika tak ada orang lain, dan banyak kesempatan lain yang lebih Anda ketahui.
Sebagai akhiran, pertanyaan Ustadz Salim A. Fillah dalam Bahagianya Merayakan Cinta ini patut kita renungkan, wahai para suami. “Sudahkah Anda menyeringkan diri memeluk, membelai, dan menciumi istri di saat dahinya berkerut, ketika mimiknya kusut, tatkala wajahnya cemberut, di kala ada linangan yang dia tahan, dan kapan pun juga?”
Sebagai pamungkas, penulis rendah hati asal Yogyakarta ini mengatakan, “Adalah Rasulullah sering terlihat saling menempel pipi dengan ‘Aisyah dan saling menempel kaki dengan Shafiyyah. Adakah Anda meneladaninya?”
Nah. Para suami, jangan dekati dan datangi istrimu hanya ketika mau ‘itu’ saja ya!
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]