Komunikasi merupakan salah satu hal paling penting dalam rumah tangga setelah kualitas keimanan para anggota rumah tangga. Bagus dan berkualitas atau tidaknya komunikasi akan sangat berpengaruh terhadap bahagia dan tidaknya kehidupan rumah tangga.
Rumah tangga yang harmonis dalam sakinah, mawaddah, dan rahmah sudah pasti bagus dalam hal komunikasi. Begitupun sebaliknya.
Sayangnya, banyak yang tidak menguasai ilmu komunikasi dengan baik dan enggan mempelajarinya hingga rumah tangga banyak yang menuai derita di dunia; rumah tangga menjadi neraka sebelum neraka yang sebenarnya.
Kegagalan komunikasi di dalam sebuah rumah tangga dipengaruhi oleh banyak faktor. Tapi yang paling besar pengaruhnya adalah faktor yang berasal dari masing-masing anggota dalam rumah tangga tersebut. Baik itu suami, istri, anak-anak, atau anggota keluarga yang lain.
Jika dikerucutkan, sebabnya bisa jadi karena masing-masing anggota enggan memahami karakter bawaan masing-masing individu dalam menjalin komunikasi.
Suami tidak memahami karakter komunikasi wanita dan enggan memepelajarinya, istri pun malas dan tidak mau mengerahkan kemampuannya untuk mengetahui dan memahami karakter komunikasi seorang laki-laki, suaminya.
Istri memiliki kecenderungan komunikasi yang meletup-letup dan membutuhkan perhatian ekstra. Seorang wanita tidak suka jika dicuekin. Saat berbicara, kaum hawa amat menghajatkan respons dari suami sebagai lawan bicaranya.
Para istri membutuhkan tatapan yang dalam dari mata suami di matanya. Ialah tatapan tulus yang bermakna, “Iya, sayang. Masalahmu serius. Aku sedang memperhatikan seluruh yang engkau sampaikan.”
Peliknya, apa yang sangat dihajatkan oleh para istri ini merupakan salah satu kelemahan bawaan suami, para laki-laki. Kaum adam ini ditakdirkan mudah tertarik dengan fisik dan segala jenis interaksinya. Konon, kaum adam ini akan serta merta ‘linglung’, hilang fokus, bahkan melupakan dunia dan seluruh isinya saat menatap dalam-dalam mata seorang wanita, apalagi istrinya.
Alhasil, laki-laki sering mencari objek pandangan lain untuk mengalihkan perhatian hingga mereka bisa berkonsentrasi penuh terhadap materi yang dikisahkan oleh istrinya.
Rumit, bukan?
Saat sang suami menatap mata istrinya; konsentrasinya hilang seketika. Dan ketika suami mengalihkan pandangan sejenak guna menggapai fokus, para istri serta-merta marah karena mengalihkan pandangan dimaknai sebagai tiadanya perhatian.
Sebagai solusi, hendaknya masing-masing pihak memahami hal ini dengan baik. Jangan egois dan belajarlah untuk memahami.
Kiat bagi para suami, alihkan pandangan ke bagian wajah istri yang lain, bukan ke tembok apalagi membuang muka. Jika mulai ‘linglung’ menatap mata istri, segeralah alihkan pandangan ke hidung, pipi, bibir, jidat, baru kembali menatap matanya.
Begitu seterusnya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]