Di antara konflik yang pasti hinggap dan menggelayut dalam kehidupan rumah tangga adalah konflik antara menantu dan mertua. Jika tidak disikapi dengan bijak, konflik ini bisa benar-benar menghancurkan rumah tangga berkeping-keping.
Konflik dengan mertua bisa bermula dari hal-hal remeh sampai yang paling rumit. Bahkan kesalahpahaman yang tidak segera dikonfirmasi bisa benar-benar menghancurkan. Di sini, rumah tangga mutlak membutuhkan ilmu komunikasi dan semangat untuk mengamalkannya sebaik mungkin.
Di siang hari selepas malam pertama, konflik ini bisa bermula. Lantaran belum pindah ke kontrakan atau rumah sendiri, seorang menantu ikut di rumah mertuanya. Kelelahan kemarin dan malam tadi tidak terelakkan, lantas si menantu tidur hingga agak siang setelah shalat Subuh.
“Dasar kucing pemalas! Sesiang ini masih tidur!” ujar mertua, membentak kucing tetangga yang saat itu tidur-tiduran di lantai rumah mereka.
Sang menantu yang berada antara kondisi tidur dan terjaga ini mendengar kalimat tersebut dengan jelas, meski tidak mengetahui konteks kalimat sang mertua.
Marah. Tentu saja. Apalagi saat si menantu merasa disamakan dengan kucing.
Jika kejadian sehari setelah menikah ini bisa meruncingkan konflik, maka ianya bisa makin bertambah seiring lamanya masa pernikahan.
Seorang istri mendatangi guru ngajinya. Dia mengadukan persoalan rumah tangganya. Bukan konflik dengan suami, tapi masalah kecil yang mengganjal hatinya, dengan mertuanya. Betapa sang istri menghadapi dilema saat sang suami lebih memihak kepada ibunya itu.
Sang istri berkisah secara teliti. Kronologis. Kemudian sang guru ngaji memberikan penjelasan singkat. Lantas menyimpulkan, “Sabar. Nikmati saja. Kalau masalah itu, semua pasangan suami istri pasti menghadapinya. Kuncinya sabar dan komunikasi. Dan ingat, mertua selalu benar.”
Mula-mula harus dibentuk pemahaman bahwa mertua adalah orang tua kita juga. Ia harus dihormati dan diperlakukan sebagaimana perlakuan kita kepada orang tua kandung. Binalah hubungan positif dengannya. Komunikasi yang santun dan jangan sampai menyakiti, meski secuil.
Jika terjadi masalah, jangan diendapkan berlama-lama. Segera kelarkan dengan cara yang amat bijak.
Terakhir, jika kesalahpahaman atau kemarahan mertua bak api, berlakulah sebagai air. Jangan sekali-kali menjadi minyak karena hal itu hanya akan memperumit persoalan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]