Ada begitu banyak hubungan rumah tangga yang hancur berkeping-keping karena bermasalahnya urusan ranjang. Suami tidak memahami kewajibannya dan tidak mencari tahu karakter istri terkait cara pandang dan kekhasannya terkait persoalan biologis. Istri pun cenderung malas, hanya menganggap jima’ sebagai kewajiban, sehingga tidak berupaya melakukan update ilmu sekaligus membicarakan perasaannya kepada sang suami.
Saat persoalan ini dibiarkan, cepat atau lambat, rumah tangga bisa diterpa prahara. Sebab jima’ merupakan hubungan timbal balik yang harus menghasilkan keadilan; kedua belah pihak harus mendapatkan apa yang dihajatkannya, ialah nikmat dan puas serta ridha.
Disebutkan oleh Ustadz Abu Umar Basyir dalam Sutra Ungu, Usamah bin Malik bin Abdurrazzaq berkata, “Sungguh banyak sekali terjadi pertengkaran antara suami dan istri, karena terburu-buru melakukan jima’. Seorang suami ‘mendatangi’ istrinya, lalu meninggalkannya ketika dirinya sudah ‘keluar’. Padahal, istrinya baru dan sedang berada di ‘puncak’.”
Suami sudah selesai lalu pergi. Padahal, sang istri baru ‘merasa’ dan masih ingin menuntaskannya hingga mendapatkan apa yang dia inginkan.
Usamah bin Malik bin Abdurrazzaq melanjutkan, “Itu adalah sikap (suami) yang culas. Jika kita (suami) menginginkan tertunainya hajat dan mendapatkan nikmat darinya (istri), dia (istri) pun memiliki keinginan yang sama.”
Bukan berkata selayak opini, Ustadz Abu Umar Basyir menyajikan sebuah fakta di Amerika Serikat beberapa masa silam. Disebutkan dalam sebuah penelitian, ada 70 persen wanita yang tidak mendapatkan apa yang diinginkannya saat jima’.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Namun yang paling besar ialah sikap terburu-buru seorang suami. Suami memiliki karater gampang dan cepat selesai, sementara istri cenderung berlama-lama lantaran mengedepankan perasaannya.
Maka menjadi hal mutlak agar seorang suami tidak malas untuk belajar dengan cara-cara yang disyariatkan. Bertanyalah kepada ulama, bacalah banyak hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam terkait hal ini, dan kajilah buku-buku sejenis dengan cermat diiringi ketulusan niat yang tulus untuk mengamalkan.
Hal penting lainnya, jangan pernah mencari pedoman dari sumber yang keliru. Sebab ketika sesuatu didapatkan dari sumber yang tidak baik, hasilnya pun mustahil bagus.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala menolong kita dari hancurnya rumah tangga lantaran tidak beresnya persoalan jima’ ini. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]