Muslimah anak tokoh masyarakat di sebuah desa ini akhirnya menikah dengan seorang laki-laki perperawakan gagah. Terlihat serasi jika disejajarkan dalam satu tempat duduk, lebih-lebih di hari pernikahan mereka yang cukup meriah.
Seiring berjalannya waktu, pernikahan penuh asmara ini dikaruniai dua anak yang lucu-lucu, tampan, dan juga gagah, meniru ayah dan ibunya. Namun, ada satu hal mencolok yang membuat si laki-laki dan perempuan itu semakin terlihat berbeda, padahal seharusnya makin mirip.
Sang istri yang lulus strata satu dan berhasil menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah tingkat menengah pertama serta taman kanak-kanak ini terlihat moncer dengan segudang prestasi, sementara sang laki-laki yang sehari-hari bergelut dengan sawah dan lumpur serta terik mentari terlihat makin gelap kulitnya dan gondrong rambutnya.
Sang suami makin terlihat minder lantaran pendidikannya hanya setara sekolah dasar. Tidak lulus di tingkat menengah pertama. Ditambah lagi pergaulannya dengan teman-teman satu kampung yang tak jauh dari lapangan dan kehidupan kurang bergengsi lainnya.
“Dalam setiap acara, Bu Fulanah selalu berangkat sendiri. Tidak pernah bersama suaminya.” tutur seorang tetangga.
“Memang suaminya gak diajak?” tanya yang lain.
“Gak tahu sih. Entah diajak atau tidak.” sahut tetangga yang lain.
“Jika pun diajak,” seru ibu-ibu yang rumahnya tak jauh dari sepasang suami istri itu, “paling-paling dia (suaminya) tidak mau. Minder.”
“Iyalah, tampilannya aja begitu. Gak pernah ‘makan’ sekolah juga.” simpul yang lain.
Salah satu parameter dalam Islam yang hendaknya diperhatikan ialah sekufu. Memiliki kemampuan yang setara. Meski makna setara dinisbatkan dalam soalan agama, banyak pula kesetaraan lain yang mestinya diupayakan oleh masing-masing indivdu saat hendak memutuskan menikah dengan siapa.
Apalagi setelah menikah, suami dan istri dituntut untuk menjalani hidup bersama dalam banyak kesempatan. Sang suami harus menyertakan istrinya dalam pertemuan dengan sahabat-sahabatnya. Sang istri pun demikian. Sebab salah satu syariat terkait pernikahan adalah mengabarkan dan saling mengenalkan.
Maka menjadi masalah serius saat seorang istri malu dengan kondisi suaminya yang memiliki banyak kekurangan. Pun saat seorang suami malu mengajak istrinya pergi ke mana-mana hanya karena sang istri kurang tinggi, kulitnya tidak bening, dan tak seideal tubuh kebanyakan para artis yang banyak didempul itu.
Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, rumah tangga akan menjadi wahana yang amat menjemukan hingga menyakitkan lantas membuat malu anggotanya. Na’udzubillah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
*Penulis adalah murid di Sekolah Bisnis Dua Kodi Kartika