Semua orang yang menikah pasti mendambakan rumah tangga yang bahagia, jika perlu tanpa kecewa. Sayangnya, ada begitu banyak fakta bahkan seperti menjadi sebuah konsekuensi, tiada satu pun rumah tangga yang hanya dihiasi bahagia dalam perjalanan hidupnya. Bahagia dan duka dipergilirkan, bahkan kadang lebih sering disambangi duka daripada ditamui bahagia.
Tak jarang, ada rumah tangga yang senantiasa ditamui kecewa sejak malam pertama, lantas rasa itu senantiasa bertambah seiring berjalannya waktu. Rasa kecewa seakan tiada pernah pergi. Ia makin bertambah seiring lamanya kebersamaan dengan pasangan.
Apa sebabnya?
Suami dan istri adalah manusia. Bukan malaikat. Sebagaimana peluang untuk baik, keduanya juga memiliki peluang untuk buruk bahkan bergelimang di dalamnya. Tatkala keburukan sudah diketahui oleh pasangan, tentu dampak kurang baiknya akan semakin luas, semakin banyak orang yang merasakannya.
Tatkala peluang baik atau buruk ini tidak disadari, tatkala yang mendominasi di dalam diri pasangan hanyalah ekspektasi tentang kebaikan pasangan, di sana tiada ruang untuk kecewa.
Yang dibayangkan ialah sosok baik, perhatian, romantis, tidak meledak-ledak emosinya, bijak, dan banyak sifat baik lainnya. Alhasil, semua ruang di dalam diri pasangan hanya terisi harapan-harapan baik, tanpa sedikit pun ruang untuk kecewa.
Tatkala tiada ruang secuil pun untuk kecewa, sudah pasti kecewa akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan pun. Pasalnya, manusia tidak bebas dari sifat buruk dengan berbagai kadarnya dalam diri masing-masing.
Maka seorang pasangan, seharusnya menyediakan ruang untuk keburukan pasangannya. Disediakan bukan berarti sepakat dengan sifat buruk tersebut, tetapi merupakan sebuah cara agar diri bisa bijak menyikapinya.
Ruang tersebut ialah pemakluman atau kesadaran. Bahwa dia pasti miliki keburukan, maka milikilah hati lapang yang bisa senantiasa menerima untuk memperbiki, seiring berjalannya waktu. Bahwa pasangan kita tidak sempurna, maka siapkan senyum saat dia lakukan keliru. Setelah senyum, berpikirlah untuk mendapatkan sebaik-baik solusi agar sifat buruknya berkurang lantas berangsur hilang dan berganti dengan sifat baik.
Inilah sejatinya pernikahan; proses belajar yang tiada pernah usai. Ialah transformasi dari buruk menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik, dan belajar agar senantiasa berada di jalur kebaikan.
Semoga Allah Ta’ala berkahi rumah tangga kaum Muslimin seluruhnya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]a