Selingkuhnya seorang suami sering dinisbatkan hanya karena istrinya tidak cantik, sedangkan selingkuhannya lebih cantik. Lebih menawan dalam berbagai tampilan fisik. Lebih bagus dan asyik saat dilihat. Serta lebih bergengsi ketika dibawa kondangan dan dipamerkan kepada sahabat, tetangga, kerabat, atau orang lain.
Padahal, banyak kasus perselingkuhan yang berbeda sebab. Seorang suami, di banyak tempat dan kasus, terbukti melakukan pengkhianatan cinta dengan seorang wanita yang tidak cantik. Ia tidak lebih cantik dari istri si laki-laki. Bahkan kulitnya lebih gelap, badannya lebih pendek, dan wajahnya pun tak karuan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Wajar!
Pertama, laki-laki itu makhluk visual. Tapi dalam berbagai kasus, apalagi setelah pernikahan berjalan lama, visual ini bisa mengalami pergeseran. Ada yang semakin meningkat kejelian visualnya. Ada yang terjaga. Ada pula yang menurun lantaran memahami esensi di balik indahnya visual.
Di sini, banyak laki-laki yang paham bahwa cantik hanya pemicu lahirnya syahwat. Setelah terbakar syahwat, seorang laki-laki butuh pemenuhan. Di sini, fisik tak lagi menjadi soal. Sebab, semuanya sama saja. Itu bentuk fitrah. Agar manusia belajar bersikap adil.
Jika cantik dan kurang cantik ‘rasa’nya beda, betapa tidak adilnya hidup ini?
Nah, saat itu, seorang suami butuh segera dilayani. Lalu, apa yang terjadi jika si istri cantik, tapi malas melayani karena; malas mandi, malas dandan lagi, mau jalan sama teman arisan, dan alasan-alasan lainnya?
Jika kelakuan itu dilakukan berulang kali, apa jadinya? Bagaimana perasaan laki-laki yang kebutuhannya tidak terpenuhi? Bagaimana tindakan laki-laki ‘haus’ dan ‘lapar’ sementara ia tidak sanggup ‘berpuasa’?
Bukankah ‘wajar’ jika kemudian ia mencari wanita lain yang mau diajak sewaktu-waktu bahkan senantiasa mengajaknya? Bukankah yang dibutuhkan seorang laki-laki saat syahwatnya naik adalah keridhaan istri untuk melayani bagaimana pun kondisinya selama tidak terlarang secara syariat?
Lantas, apa yang bisa diharapkan dari seorang wanita yang cantik rupawan, tapi benar-benar mengedepankan dandan dan melupakan tugas utamanya sebagai partner suami dalam beribadah khusus ini?
Pahamilah, wahai para istri. Pahamilah. Jangan selalu menyalahkan laki-laki, sementara sebagian Anda tidak benar-benar belajar untuk memahaminya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]