Pernikahan

Janji Manis Itu Bernama Pacaran

Pertemuan laki-laki dan perempuan ini terbilang langka. Di sebuah perjalanan. Si laki-laki mengendarai truk. Sedangkan si perempuan terlihat cantik menawan di mobil mewahnya. Hampir terjadi kecelakaan, akhirnya dua anak Adam ini akrab dan menjalin hubungan lebih lanjut; pacaran.

Keduanya tak bertemu dalam kurun masa yang cukup lama. Sekitar satu bulan. Karena apa yang dinamai cinta sudah terbentuk di awal jumpa, si laki-laki melakukan pencarian. Berbekal semangat dan kesungguhan serta data yang dia miliki di awal jumpa, ia pun menemukan wanita pujaan nafsunya.

Aduhai malangnya. Di pertemuan kedua itu, si wanita mengabarkan, “Saya akan pergi ke luar daerah. Keluarga sudah menunggu. Saya hendak ditunangkan dengan seorang laki-laki bernama Fulan.”

“Kenapa engkau tidak menolaknya?” tanya si laki-laki.

“Aku tidak menemukanmu lagi. Keputusannya sepekan yang lalu. Aku pun menerimanya.” jawab si perempuan. Lesu.

“Mengapa kau mau dijodohkan dengan orang yang tidak engkau kenal?” kejar si laki-laki.

“Aku mengenalnya. Dia temanku sejak kecil.” jawaban si perempuan ini membuat si laki-laki diam.

***

Ketika si perempuan beranjak menuju kota tujuannya, si laki-laki berupaya mengejar. Setan membisiki dan menggerakkanya. Dengan dalih mengantar, sejatinya ia berharap agar si perempuan berpindah hati. Mengubah keputusannya.

Jadilah dua insan ini menempuh perjalanan penuh kemaksiatan. Selain menikmati perbincangan dan berkendara tanpa muhrim, keduanya juga terlibat dialog janji-janji terkait kehidupan jika kelak menikah.

“Suaraku bagus. Aku pintar menyanyikan lagu. Jika kita menikah, aku akan membangunkanmu tiap pagi dengan nyanyian.” goda si laki-laki. Si perempuan tersipu malu.

Kendaraan terus dipacu. Jarak semakin mendekatkan mereka menuju kediaman keluarga si perempuan.

“Aku juga bisa masak. Aku akan rutin memasak untukmu, jika kita menikah.” rayu si laki-laki. Kesekian kalinya.

Si perempaun hanya bilang, “Sudahlah.” Padahal hatinya berbunga-bunga atas bisikan setan.

***

Keduanya melanjutkan perjalanan. Sampailah di depan rumah keluarga si perempuan. Ada dialog serius antara keduanya.

“Aku tahu, kau tidak akan mengubah keputusanmu. Aku melakukan ini hanya agar tidak meluncur kata seandainya dari lisanku jika kau menikah dengannya.” kata si laki-laki. Manis sekali.

“Kita bertemu dan bersama hanya sejenak.” Jawab si perempuan. “Tapi, semuanya menyenangkan bersamamu.”

***

Keduanya berpisah. Di dalam rumah, si perempuan sibuk mencari cara agar pertunangannya gagal. Takdir akhirnya tidak menyatukan keduanya. Si perempuan menikah dengan laki-laki pacarnya di perjalanan.

Bagaimana kehidupan mereka setelah nikah? Bagaimana janji-janji yang diembuskan oleh si laki-laki sebelum menikah? Adakah ia menepatinya? Apakah keduanya mendapat bahagia atau sebaliknya?

Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]