Andai cinta merupakan bagian dari alat ukur, tentulah kita akan mudah mengetahui seberapa kualitasnya. Jika cinta bisa diterjemahkan dalam angka-angka pencapaian, amat mudahlah bagi setiap pasangan untuk mengetahui seberapa besar cinta pasangannya. Sayangnya, cinta adalah urusan hati. Karenanya, hanya hatilah yang mampu mengukur seberapa besar dan berkualitas cinta seseorang kepada pasangannya.
Mengetahui kualitas cinta pasangan amatlah penting. Bukan untuk menuntut, tetapi untuk saling menyempurnakan. Bukan pula untuk meminta lebih, tetapi sarana untuk saling mengingatkan. Bahwa dalam cinta ada kerja penumbuhan, itu merupakan hal yang pasti.
Apalagi seiring berjalannya masa, saat usia pernikahan kian bertambah, ketika kebersamaan dengan pasangan semakin lama. Maka, jika dulu ada rindu yang menggebu saat pasangan baru pergi dari pandangan, barangkali kini yang ada justru sebaliknya; bosan.
Bukankah pasangan kita adalah sosok yang terlihat dalam tiap detik di setiap tempat?
Di tempat tidur, ada dia. Saat pergi ke taman, yang ditemui juga sosoknya. Memasak di dapur, dia juga. Yang mondar mandir dari depan ke belakang dan sebaliknya, siapa lagi jika bukan dia. Saat makan bersama pun, dialah yang ada di hadapan, dan menyajikan makanan untuk kita.
Bertambahnya usia pernikahan, bisa jadi menjadi sebab kurangnya perhatian diri terhadap penampilan di depan pasangan. Jika awal menikah sang istri senantiasa wangi dan anggun sebab rajin bersolek saat di rumah bersama suami, dan suami juga melakukan hal yang sama, mungkin tidak demikian setelah pernikahan berjalan sekian lamanya.
Tentu, banyak sebabnya. Selain kesibukan yang kian bertambah sebab hadirnya anak dan urusan rumah tangga lainnya, barang kali niat mempersembahkan kualitas cinta pun turut berkurang seiring berbilangnya masa. Sebab itu, di sini kita perlu bertanya pada hati, apakah cinta kita semakin berkualitas atau sebaliknya?
Namun, bukankah sukar untuk mengetahui kualitas cinta kita? Karenanya, sediakan waktu khusus bersama pasanganmu, hiasi dengan obrolan dan makanan ringan di teras atau ruang tamu, duduklah dekat-dekat dengannya, pegang pundaknya, hadapakan wajahnya ke wajahmu, tataplah matanya dalam-dalam, genggam erat tanganya, kemudian bertanyalah dari nurani yang paling tulus, “Cinta, apakah kau semakin bertumbuh selama bersamaku?”
Kemudian, ketika wajahnya mulai merona sebab malu, biarkan ia merasakan sensasinya, dan berkacalah pada hatimu. Apakah kau juga bertumbuh selepas bersamanya, dan satu hal yang amat penting; cobalah bayangkan, apakah ia akan bahagia saat kau pergi? Dan ia dengan segera mencari dan menerima cinta yang lain?
Jika jawabannya, “Ya”, barangkali kau perlu menangisinya sebelum itu benar-benar terjadi. Bisa jadi, sebabnya adalah cintamu yang memang ala kadarnya. [Pirman]
2 Comments
Comments are closed.