Ada ujian yang berat dalam pernikahan. Masing-masing bisa menjadi ujian terberat bagi yang lainnya. Maka ujian terberat bagi seorang istri bisa berasal dari suaminya dan sebaliknya, ujian bagi orang tua amat mungkin berasal dari anaknya dan sebaliknya, atau dari anggota keluarga lainnya.
Dalam tahap inilah, masing-masing harus menyadari hal itu. Dengan sadar yang baik, ia akan mengerti, kemudian memahami hakikat yang sesungguhnya dari perjalanan panjang bernama biduk rumah tangga.
Jika salah memahami, apalagi tak membawanya dalam lingkup pengabdian diri kepada Allah Ta’ala dan menjejaki sunnah Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam, pernikahan-bagi masing-masing pelaku di dalamnya-amat mungkin untuk dijalani dengan perasaan serbasalah.
Bagi istri, misalnya, perasaan serbasalah ini sering kali mengemuka dan membuatnya bingung untuk melangkah, salah tingkah.
Seorang istri yang baik akan melakukan banyak hal untuk memperbaiki diri suaminya. Dalam waktu yang bersamaan, ia juga senantiasa melakukan aktivitas perbaikan untuk menambah kualitas dirinya sebagai seorang istri.
Maka seorang istri akan mendukung suaminya habis-habisan dengan melakukan banyak hal-hal positif bagi suaminya. Mulai mencurahkan perhatian mendalam terkait penampilan fisik, maupun kemampuan dalam berbagai aktivitas sosial dan pekerjaannya.
Hingga bagian paling kecil, termasuk ukuran rambut, jenis dan model pakaian, sang istri melakukannya dengan baik. Dalam pandangannya, di tangannya, sang suami haruslah sempurna secara fisik dan psikis. Ia haruslah sosok serbabisa yang susah dicari tandingannya.
Alhasil, berkat kesungguhan dan upaya cerdasnya itu, suaminya benar-benar menjadi sosok idaman. Ia menawan dalam hal pakaian dan penampilan, memesona kemampuan intelektualnya, dan bijak dalam mengambil banyak keputusan di masyarakatnya.
Nah, jika tak disadari dengan baik oleh seorang istri, di sinilah bermula hadirnya ujian bagi diri dan rumah tangganya. Sebab, jika seorang suami tak bertambah kualitasnya akan menjadi gunjingan sesama, maka suami yang memesona dan menawan adalah sumber masuknya pujian bagi sang suami.
Jika tidak dikelola dengan baik, dari banyak pujian inilah, akan bertambah pula sosok yang mengagumi sang suami. Setelah kagum, dan masing-masing tak menyadarinya dengan baik, pintu keburukan-keburukan itu akan mulai bermunculan.
Mulai dari merasa sombong; suami mengklaim kemajuan atas usahanya sendiri, tanpa peran istri; hingga timbulnya wanita lain yang secara berani menampakkan dan menyampaikan pujian kepada sang suami ke ruang privasinya.
Maka, dalam kebaikan yang didamba oleh seorang istri bagi suami ini bisa menjadi pintu masuknya ujian yang mengarah pada perselisihan hingga perselingkuhan. Sebab setan, akan senantiasa menggoda mereka yang telah menikah.
Barangkali jika diatur dengan baik, sang istri telah menyiapkan diri agar suaminya menambah kapasitas dengan menikah yang kedua. Namun, tentu tak semudah itu; dan jika dilanjutkan, tulisan ini bisa semakin lama untuk diperbincangkan.
Jadi, menumbuhkan suami itu keharusan-pun sebaliknya. Tapi di sana terdapat ujian yang berat bagi seorang istri maupun rumah tangganya.
Apa kemudian kita biarkan saja perkembangan seorang suami? Tapi, jika dia tidak mendapati kemajuan, istri jugalah yang akan mengalami kerugian. [Pirman]
1 Comment
Comments are closed.