Sekitar dua bulan yang lalu pada sebuah siang, bertamulah ke rumah kami sepasang suami-istri. Sang suami yang gagah dan tampan nampak serasi dengan istrinya yang hanya berjarak beberapa tahun usianya itu, dan berdarah sunda. Kepada mereka, Allah Ta’ala telah berikan karunia kendaraan mewah berupa mobil BWM, Pajero Sport, dan Rubicon yang pemiliknya bisa dihitung dengan jari di daerah asalnya.
Dalam perbincangan akrab di siang itu, sang istri bertanya retoris, “Perasaan waktu kita masih naik motor butut berdua, masalah kita tak seribet ini ya, Yah?”
Berkisah ke belakang, keduanya adalah sosok yang meniti kehidupan ekonomi dari nol. Keduanya saling mendukung hingga mencapai keadaan ekonomi senyaman saat ini. Kisah hidupnya yang berliku, bahkan sang suami pernah dipenjara lantaran fitnah rekan bisnisnya membuat mereka matang dalam menghadapi ragam ujian yang mendera.
Di awal pernikahan, keduanya menjalani hidup yang biasa-biasa saja. Kemudian, masalah keungan bermunculan ketika sang istri mengandung anak pertamanya. Setelah lahir, biaya hidup di Ibu Kota pun semakin membengkak.
Tutur sang istri berkisah, “Malam itu air minum habis. Anak pertama masih kecil. Menunggu sampai malam, rupanya Ayah (panggilan untuk suaminya) pulang tanpa uang sepeser pun. Alhasil, sepanjang malam hingga pagi harinya, kami bertiga menahan haus.”
Pada kesempatan yang lain, ketika keduanya benar-benar kehabisan uang dan bahan makanan, sang suami bertandang ke rumah kakaknya untuk meminta beberapa bahan makanan. Saat sang istri protes dengan sikap suaminya itu, kemudian sang suami berkata tegas, “Suatu ketika, aku akan menggantinya.”
Satu di antara sikap positif yang bisa kita timba dari sosok suami istri ini, adalah sikap optimis dan keyakinannya kepada Allah Ta’ala. Maka, setiap sesi boncengan motor berdua, dimana motor itu hasil meminjam dari kakak sang suami, ketika istrinya menunjuk mobil, rumah, atau gedung dengan kalimat, “Yah, mobil itu bagus ya?”, dengan santai sang suami menjawab, “Ntar kita beli.”
Padahal, pernah pada suatu hari, sebab kehabisan bensin dan Jakarta tergenang banjir lantaran hujan deras, sang suami pernah mendorong motornya puluhan kilometer dari Jakarta menuju kontrakannya di Tangerang.
Lantas, terkait pertanyaan retoris sang istri di awal tulisan, sang suami hanya berkata ringan, “Dulu itu, fokus utama kita hanya ekonomi. Kalau sekarang, yang diurus banyak.”
Betul. Atas hasil jerih cerdas, keras, dan ikhlas sosok ini, ia bisa membiayai pengobatan ayahnya yang terkena serangan darah tinggi dan sakit selama tiga tahun, mengumrahkan banyak anggota keluarga dan sahabatnya, menyantuni ribuan anak yatim di daerah asal istrinya, dan banyak amal kebaikan yang tak bisa didetail satu persatu.
Kepada sepasang suami-istri ini, mari doakan agar hartanya diberkahi dan bisa menyelamatkan diri dan keluarganya dari siksa kubur dan neraka, serta bermanfaat untuk kaum Muslimin. Aamiin. [Pirman]
1 Comment
Comments are closed.