Ayah itu peduli. Ayah juga perhatian. Bukan hanya terkait hal-hal besar, Ayah juga amat teliti dengan hal-hal kecil terkait putra-putrinya. Itulah sebabnya, anak-anak yang bagus secara psikologis adalah mereka yang mendapatkan ayah terbaik dengan kualitas istimewa.
Sayangnya, jumlah ayah jenis ini sangat sedikit-jika terlalu naif untuk dikatakan hampir punah. Sebab sedikit itu pula, tak mudah untuk mendapatkannya. Jika pun dibentuk, waktunya pun sangat lama. Dan, butuh teman (pelatih) yang sangat handal dari seorang istri teladan, wanita salehah yang bagus agama dan akhlaknya.
Dikisahkan oleh Solikhin Abu Izzuddin dalam Bersama Ayah Meraih Jannah, ada kisah menggugah dari seorang anak tentang ayahnya. Sang anak mengisahkan pengalamannya ini kepada salah satu temannya ketika ia telah dewasa.
Sudah menjadi kebiasaan di keluarganya, bahwa sang ayah turut mengurusi kebutuhan anak-anaknya yang berjumlah enam orang, termasuk uang saku. Sang juru kisah pun bertutur tentang kejadian di sebuah pagi ketika ia membutuhkan uang saku dan hendak meminta kepada ayahnya.
Rupanya, meski pagi masih buta, saat sang anak terbangun ayahnya telah beranjak ke tempat kerja. Padahal, ia amat menghajatkan uang saku itu. Karenanya, ia pun memintanya kepada sang ibu.
Oleh sang ibu, uang saku yang diberikan jumlahnya lebih besar dari yang biasa diberikan oleh ayahnya. Sang anak pun berangkat ke sekolah, belajar, dan membelanjakan uang saku itu seperlunya. Kemudian pulang sekolah, dan tertidur. Ia belum sempat memberikan kembalian uang saku kepada ibunya.
Malam hari, sepulang kerja, sang ayah memeriksa semua pakaian anaknya yang enam orang itu. Termasuk celana si juru kisah. Hal itu sudah menjadi kebiasaan sang ayah untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada anaknya; seperti rokok atau pun barang yang tidak halal lainnya di saku anak-anaknya.
Mendapati jumlah uang yang sangat besar di saku anaknya itu, sang ayah langsung membangunkannya. Dengan lembut, sang ayah bertutur, “Wahai anakku, bangunlah, Nak.”
“Ada apa, Ayah? Aku lelah sekali.” jawab sang anak malas.
“Wahai anakku, dari mana kaudapatkan uang sebanyak ini di sakumu?” tanya sang ayah lugas, tetap dengan nada lembut.
“Aduh… Ayah, tidak bisakah Ayah tanyakan itu esok pagi saja? Aku ngantuk sekali.” sanggah sang anak agar ia tetap dalam tidur pulasnya.
“Tidak bisa, Nak. Jika kau bisa tidur, Ayah tidak bisa. Tidur tidak akan mengunjungi Ayah, hingga Ayah tahu dari mana asalnya uang sebanyak ini.” jelas sang ayah runut.
Sang anak pun bangun, lalu mengisahkan apa yang dialaminya pagi tadi. Setelah itu, sang ayah bertutur, “Terima kasih, Nak. Sekarang, tidurlah dalam damai. Ayah baru tenang setelah tahu asal-usul uang di sakumu.”
Itulah Ayah. Bukan cerewet atau sok ingin tahu. Ayah hanya ingin memastikan bahwa anak-anaknya senantiasa dalam kebaikan, kehalalan, dan keberkahan. [Pirman]
2 Comments
Comments are closed.