Di antara ujian yang akan dihadapi sepasang suami-istri adalah tentang kadar dan kualitas cinta. Bahwa masalah perasaan ini mengalami siklus. Dari awalnya tidak ada, mulai timbul benih, disirami dengan kerja-kerja penumbuhan, semakin berkembang, memuncak, mulai alami penurunan, kemudian hilang tak berbekas dan berubah menjadi benci.
Saat cinta hilang dan berubah menjadi benci itulah masalah akan mencapai klimaksnya. Otomatis, masing-masing dari kedua individu pun akan mengupayakan berbagai cara; entah penyelamatan masing-masing, berupaya berlari agar tak terkana getahnya, atau keduanya sadar untuk melakukan ishlah demi menyelamatkan cinta di antara keduanya.
Rupanya, terkait kehilangan cinta dan perubahannya menjadi benci, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah memprediksinya sejak dulu. Kemudian, beliau pun memberikan solusi terkait hal ini. Beliau memberikan panduan, bagaimana seharusnya menyikapi hilangnya cinta dan perubahannya menjadi benci.
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah,” demikian ini nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di antara tafsir kalimat ini, bahwa cinta dan benci itu batasnya amat tipis dan bisa menjangkiti siapa saja, termasuk dari seorang suami kepada istrinya, atau seorang istri kepada suaminya. Pun, dari orang tua kepada anaknya, dari seorang anak kepada orang tuanya, dan sebagainya.
Benci yang kelewat batas, bisa dengan mudah bermetamorfosis menjadi cinta. Pun, cinta yang kadarnya berlebihan hingga mendewakan dan terkesan lebai, ia akan mudah berubah menjadi benci. Karenanya, Nabi sampaikan nasihat dalam riwayat lain, “Cintailah sesukamu, tapi ingatlah bahwa kau akan berpisah dengannya.”
Jika ternyata benci sudah lebih dulu terbit, Nabi melanjutkan nasihatnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Apabila dia membenci darinya satu hal, tentu ada hal lain yang dia sukai.”
Inilah di antara seni mencintai; seberapa mampu seseorang untuk menemukan kebaikan pasangannya dan seberapa bisa seseorang mengetahui keburukan pasangannya kemudian berupaya menyembunyikan seraya memperbaikinya sedikit demi sedikit, secara perlahan.
Pasalnya, tak ada manusia yang buruk seluruhnya, tak ada juga yang baik secara sempurna. Kebaikan dan keburukan, kelebihan dan kekurangan, positif dan negatif, dan yang sejenisnya adalah tabiat manusia itu sendiri. Semuanya saling melengkapi dan terdapat kebaikan yang banyak jika sanggup disikapi dengan adil.
Maka, jika membenci pasangan kita lantaran suka menaruh sesuatu sembarangan, misalnya, maka sukai dan cintailah kecenderungannya yang baik dalam menerima nasihat. Alhasil, saat kita dapati dirinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya; cukup tersenyum, kemudian memanggilnya secara lembut, “Sayang, ini tempatnya bukan di sini.” Atau, sesekali, langsung ambil, letakkan di tempatnya, kemudian ingatkan sepenuh cinta. Bukan dengan marah-marah.
Lakukan kerja-kerja ini dengan sungguh-sungguh. Niscaya akan kaudapati, pada pasangan kita terdapat kebaikan yang amat banyak. [Pirman]
2 Comments
Comments are closed.