Tiada cinta yang sempurna. Tiada kasih yang abadi. Cinta, kasih, sayang, dan apa pun namanya-kepada siapa pun-, maka ia akan mengalami siklus naik, turun, dan datar. Inilah di antara alasan, mengapa kita membutuhkan ilmu dan seni dalam mencintai. Jika tidak, akibatnya bahaya; cintamu bisa kandas sebelum tiba di dermaga bahagia.
Di awal-awal mencintai, semuanya terasa indah. Gelap serasa terang, hitam terlihat putih, mendung nampak cerah, sedih seperti sumringah, gulana bagai bahagia. Semua yang buruk sekali pun, akan terlihat baik ketika cinta tengah berada dalam puncaknya.
Namun, saat kadar dan kualitas cinta makin berkurang, ada sesuatu yang berubah drastis dalam diri. Kesalahan kecil tampak sangat besar, hal remeh temeh dibahas dengan kadar berlebihan, abu-abu nampak sangat hitam-kelam, bahkan terik siang bisa menjadi gulita nan menyengat panasnya.
Jika ada ilmu yang dimiliki, masalah ini akan bisa diatasi, insya Allah. Bukan dengan menghilangkan siklus naik-turun-datar dalam cinta, tapi memberikan respon yang tepat agar perahu cinta bisa terus berlayar dan kelak mendarat di dermaga bahagia.
Nabi yang mulia, pernah sampaikan nasihat, “Cintailah sesukamu, tapi ingat kau akan berpisah dengannya.”
Sobat, masalah dalam cinta bisa timbul justru saat cinta anda kepada pasangan melebihi cinta anda kepada Allah Ta’ala. Maka, masalah dibuat-Nya untuk mengingatkan Anda. Sebab, ketika cinta kepada selain-Nya berlebih, akibatnya akan sangat bahaya.
Apalagi, sebagaimana sabda mulia di atas, cinta kepada sesama pasti berujung pada perpisahan di dunia. Sebab memang, tiada yang abadi.
Maka cinta kita kepada orang tua, akan berpisah saat sang anak bekerja, menempuh pendidikan di tempat yang jauh, menikah, atau mati. Meski tetap bisa mencintai, tapi cinta tanpa bertemu akan sangat berbeda dengan cinta yang senantiasa ada di samping.
Begitu pun dengan cinta kita kepada pasangan. Jika masanya menyapa, pasti akan berpisah. Baik lantaran kematian, tugas yang memaksa berada di tempat yang jauh dalam waktu yang lama, atau sebab-sebab yang membuat Anda harus bercerai dengan pasangan sebab tak ada lagi kebaikan yang bisa diupayakan.
Maka cintailah sesuai kadarnya. Sadari bahwa sebesar apa pun, kita bisa berpisah dengan yang dicintai sekejap mata, bahkan lebih cepat lagi. Kesadaran seperti inilah yang membuat para pecinta bersikap dewasa dalam menyikapi naik-turun-datarnya cinta.
Sebab memang, ada cinta yang harus diutamakan, cinta yang kudu diatur kadarnya, bahkan cinta yang harus diungkapkan dengan ‘kemarahan’ sesuai dosis jika ada aturan-aturan-Nya yang dilanggar oleh ia yang kita cintai.
Dengan pengaturan kadar cinta; insya Allah cinta akan baik-baik saja. Saat melimpah, kita bisa menyisihkan sebagiannya, ditabung, dan kita gunakan saat cinta mulai menyusut. Dan, ketika kadar cinta semakin habis, selain menggunakan tabungan cinta itu, kita bisa segera mencari, dan mulai menabung lagi hingga cinta kembali kepada kadar semula, bahkan lebih banyak dan semakin berkualitas.
Percayalah, cinta tak selamanya purnama. Karenanya, tak perlu risau jika suatu ketika bulan tak nyata. Sebab, ketika tak nampak itu, ia tengah ikuti proses alam hingga menjadi purnama di waktunya.
Maka perlu sabar, dan atur kadar. Agar cinta bisa segera kaunyalakan saat padam, dan kauhemat saat ia berkobar.
Inilah satu di antara banyak alasan; mengapa kita perlu ilmu dalam mencintai. [Pirman]