Jangan Membuat Masalah Kecil dalam Hubungan Cinta Jadi Masalah Besar adalah salah satu buku karya Richard Carlson dan Kristine Carlson. Judul aslinya, Don’t Sweat the Small Stuff in Love.
Di buku ini, mereka memberikan banyak kiat menghadapi masalah-masalah yang sering terjadi dalam kehidupan suami istri. Namun, inti nasihatnya -menurut saya- justru terletak pada bagian akhir pendahuluan.
“Gantung cita-cita Anda setinggi langit. Semakin tinggi cita-cita Anda, semakin tinggi Anda akan mendaki dan Anda akan berhenti meributkan masalah kecil, atau semakin jarang meributkannya.
Najmuddin Ayyub belum juga menikah. Padahal usianya sudah matang dan ekonominya mapan. Dia sudah menjabat sebagai Kepala Benteng Tikrit.
“Aku mencari wanita yang memiliki visi yang sama denganku,” jawabnya ketika Asaduddin Syirkuh menanyakan alasannya belum menikah.
“Visi apa hingga engkau menolak semua gadis yang ditawarkan kepadamu?”
“Aku ingin memiliki anak yang bisa membebaskan Baitul Maqdis.”
Ya, saat itu Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan salib. Kaum muslimin di sana dibantai habis-habisan.
Beberapa pekan kemudian, Najmuddin mengunjungi Qadhi Al-Fadhil di masjidnya. Ketika keduanya sedang berdiskusi, datang seorang gadis yang tidak lain adalah Sarah binti Hasanuddin.
“Mengapa engkau belum menikah hingga adikmu akan mendahuluimu? Suami seperti apa yang kau cari?” Tanya Syekh kepada Sarah. Ia sudah mendengar bahwa adik Sarah akan menikah.
“Aku ingin menikah dengan laki-laki yang bisa membimbingku lebih dekat kepada Allah dan membentuk anak kami menjadi pembebas Masjid Al-Aqsha.”
Mendengar itu, Najmuddin merasa takdir yang semala ini ia nanti telah tiba. Ia segera melamar Sarah dan dari pernikahan mereka lahirlah Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Palestina.
Pernah beberapa sahabat Nabi berkumpul. Lalu Umar bin Khattab mengajak mereka memvisualisasikan impian mereka. “Sampaikan impian kalian.”
“Saya bermimpi rumah ini dipenuhi dirham lalu saya infakkan di jalan Allah,” kata salah seorang di antara mereka.
“Saya bermimpi rumah ini dipenuhi emas lalu saya infakkan di jalan Allah,” kata yang lainnya.
“Saya bermimpi rumah ini dipenuhi mutiara, berlian, dan perhiasan, lalu saya infakkan di jalan Allah.”
Lantas Umar menyampaikan impiannya: “Saya memiliki impian, rumah ini dipenuhi para pejuang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Muadz bin Jabal, Salim Maula Abu Hudzaifah, dan Hudzaifah Ibnul Yaman.”
Cita-cita yang besar membuat kita fokus melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Tidak sempat mempermasalahkan hal-hal kecil yang memang tidak selayaknya menjadi permasalahan. Hidup pun menjadi lebih produktif dan mendatangkan maslahat bagi umat. Sebagaimana Najmuddin Ayyub dan Sarah binti Hasanuddin yang kemudian berhasil mencetak Shalahuddin Al-Ayyubi. Atau Umar bin Khattab yang menjadi amirul mukminin, anaknya menjadi ulama, dan cucunya menjadi khulafaur rasyidin kelima.
Sebaliknya, tanpa cita-cita yang besar, keluarga kita bisa gegeran hanya karena masalah kecil. Misalnya istri masak pedas sedangkan suami tidak suka pedas. Suami pulang terlambat karena ada lembur mendadak. Soal warna baju yang tidak sama seleranya. Atau yang lebih remeh lagi, berebut channel televisi atau mutar apa di aplikasi streaming. [Muchlisin BK/KeluargaCinta]