Cinta ialah kesadaran penuh bahwa tak ada manusia yang sempurna. Di balik kebaikan akhlak pasanganmu, barangkali ada kondisi fisiknya yang tak seperti umumnya. Meskipun cantik paras wajah istrimu, bisa jadi ada satu-dua tabiatnya yang tak kausukai.
Seiring berjalannya waktu, semakin lama kalian bersama, maka topeng-topeng kepalsuan itu akan terkelupas satu per satu, hingga kautahu siapa pasanganmu yang sebenarnya. Jika sudah begini, apa yang mesti dilakukan?
Menyadari kekurangan pasangan harus diikuti dengan penerimaan yang tulus. Bahwa seperti engkau yang banyak salah, pasanganmu pun mustahil tanpa keliru.
Dengan penerimaan nan tulus ini, minimal kau-takhakimi pasanganmu. Melainkan berupaya menerimanya sebagaimana ia yang beryukur atas hadirmu. Sebabnya, penghakiman yang paling menyakitkan bagi para pecinta adalah vonis yang disampaikan oleh mereka yang dicintainya.
Selanjutnya, coba catat dan amati secara saksama hal-hal atau sifat dan sikap yang menjadi kekurangan pasangamu. Bukan untuk mencela atau mengungkitnya sewaktu-waktu, tapi untuk melakukan serangkaian aksi cinta terhadap ia yang kausayangi itu.
Sebab cinta adalah kerja penumbuhan, maka terhadap kekurangan pasangan, cinta adalah kerja perbaikan. Jika sifat buruknya berkurang, lalu sedikit demi sedikit berubah menjadi kebaikan, maka kebaikan itu akan bertumbuh seiring berjalannya waktu atas kerja-kerja cinta kita.
Ini amat sulit, dan akan menghabiskan seluruh waktu dan hidup yang kaujalani. Tapi percayalah, ada bonus amat besar bagi siapa yang sungguh-sungguh dalam wujudkan kebaikan bagi yang dicintainya.
Bentuknya, bisa jadi bermula dari sesuatu yang amat sederhana. Misalnya, kebiasaan suami yang suka makan di luar sebagai bawaan kebiasaannya ketika masih sendiri. Maka ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh sang istri untuk mengarahkan kebiasaan ini hingga menjadi lebih baik.
Misalnya, belajar memasak menu kesayangan suami secara bertahap. Siramkan ketulusan di setiap kerja mempersiapkannya; mulai persiapan bahan, memasukkan bumbu, hingga mengolah dan menyajikannya. Percayalah, meski rasa versi lidah kurang enak, ketulusan hati adalah rasa amat lezat yang mustahil didapatkan di warung mana pun di dunia ini.
Lainnya, ubah secara bertahap. Jika mulanya suamimu datang ke warung sekali dalam sehari, maka sampaikan padanya bahwa kaumasakkan menu kesukaannya, dan kasih keleluasaan baginya sekali dalam sepekan, misalnya, untuk tetap jalani kebiasaannya itu.
Bertahap, lambat laun, jika kau lakukan itu dengan tulus dan sungguh-sungguh, bersiaplah mendengar pengakuannya, “Sayang, tak ada lagi masakan yang lebih nikmat di banding sajianmu.”
Demikianlah kerja-kerja cinta. Ia memengaruhimu tanpa kausadari. [Pirman]