Keuangan

Dikejar-kejar Rezeki

Mari sejenak berdiskusi tentang rezeki. Rezeki adalah semua karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya. Karenanya, rezeki amat luas cakupannya; ia bukan sekadar uang, kendaraan, rumah, sawah, gedung, jabatan, dan hal terkait duniawi lainnya.

Rezeki amatlah misterius. Ia diberikan kepada seseorang sesuai Kehendak Allah Ta’ala. Karena hal itu pula, rezeki bagi orang beriman erat kaitannya dengan aqidah; keyakinannya kepada Allah Ta’ala, Zat yang mustahil menyalahi janji ataupun berlaku zhalim kepada hamba-hamba-Nya.

Rezeki tak ada kaitannya dengan ijazah. Sebab, ijazah ini tak ada pula di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan baru dikenal di masa kini. Karenanya, amat naif jika ada orang yang berkeyakinan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin mudah pula dalam mendapatkan pekerjaan (rezeki). Padahal faktanya, banyak lulusan sarjana yang menganggur, sedangkan mereka yang tak pernah ‘makan’ bangku sekolah berhasil mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

Bukankah sekian banyak milyarder di dunia ini, sebagiannya adalah mereka yang tidak ataupun gagal dalam menempuh pendidikan akademisnya?

Rezeki bisa didapat melalui banyak sebab. Usaha ini pula yang sering dijadikan dalih oleh seseorang bahwa semakin besar usaha yang dia lakukan, maka sebesar itu pula rezeki yang ia dapatkan. Sayangnya, tidak semuanya berlaku seperti ini. Bahkan, ada orang yang kita lihat di rumah saja, rezekinya diantarkan secara melimpah. Sedangkan mereka yang pergi pagi dan pulang petang, jumlah rezekinya ya itu-itu saja.

Lantas, apa sebenarnya yang bisa dirumuskan terkait rezeki ini?

Keyakinan kepada Allah Ta’ala. Itu salah satu kuncinya. Penulis teringat dengan seorang sahabat yang sering bercerita tentang ‘keajaiban’ rezeki yang didapatinya. Suatu pagi, dia berkirim pesan singkat, “Pagi-pagi sudah ditawari uang dua milyar rupiah. Alhamdulillah…”

Saat itu, jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh lebih beberapa puluh menit. Saat itu, ada jutaan orang yang baru memulai kerja dengan gaji bulanan, bahkan ada pula yang masih lelap dalam tidurnya. Namun, ada orang yang mendapatkan karunia sebesar itu.

Baru-baru ini, dia kembali mengisahkan pengalamannya. Bahwa baru saja, katanya waktu itu, ia ditawari mengelola uang ratusan juta. Dalam pesan singkat yang ia terima, tertulis di layar, “Pak, kalau 600 juta gimana?” Masya Allah… Allahu Akbar.

Selidik punya selidik, di antara banyak hal yang penulis dapatkan dalam perbincangan dengannya, selain memang dirinya yang menjalankan banyak unit usaha, sosok yang beristri satu ini menuturkan, “Rezeki itu ketetapan Allah. Kalau masih ragu, perbaiki aqidahnya,” pungkasnya, “Ngaji lagi deh kalau masih ragu soal rezeki.”

Tepat. Bukankah keyakinan kepada Allah Ta’ala adalah kunci keberhasilan? Jika kepada Allah Ta’ala saja masih ragu, bagaimana dengan yang lain? [Pirman]

1 Comment

  • Arman dwidjawani 5 Maret 2015

    Bagaimana bila sang istri berbaktinya kepada sang suami tidak sepenuh hati tetapi sang suami memaklumi apakah sang istri bisa dikatakan soleha….???

Comments are closed.