Inspirasi Pengasuhan

Dua Piala di Hari Anak Nasional

Dua piala di hari anak nasional

Aku sudah tidur ketika Miqdad dan abinya pulang. Sebenarnya Miqdad pulang sekolah jam 15:30. Tapi inilah istimewanya Sekolah Islam Terpadu (SIT). Ia dan teman-temannya betah berlama-lama di sekolah. Padahal dulu generasiku sangat senang kalau dipulangkan cepat karena guru rapat. Ayo ngaku… yang baca status ini dulu juga begitu kan?

“Ummi sayang.. Miqdad dapat piala.”

Jangan salah ya, itu dialog suami. Bukan Miqdad. Kalau Miqdad manggilnya Ummi, nggak pakai sayang

Dua piala baru sudah berada di lemari. Satu piala bertuliskan “Siswa Berprestasi” dan satu lagi bertuliskan “Juara 2 Lomba Bercerita.”

“Selamat ya Sayang… alhamdulillah”

Yang mendapat ucapan tidak begitu surprise. Anak kedua kami itu memang tidak begitu tertarik dengan yang namanya piala, piagam, prestasi. Ia lebih suka bermain. Sama seperti ketika mendapat piala, ia tidak cerita sampai abinya menemukan piala itu di tasnya. Ia asyik bermain dengan temannya, menemani abinya rapat sampai malam.

Kami sendiri juga tak pernah menuntutnya dengan target tertentu. Sejak kecil. Yang penting dia tumbuh sesuai dengan tahap perkembangannya. Biarlah ia menikmati dunianya, bermain, mengeksplorasi motorik dan sosialnya. Yang penting suka ke Masjid, terbiasa sholat lima waktu sejak dini dan belajar adab.

Ketika TK A, Miqdad belum bisa naik sepeda. Kata abinya sih belum saatnya sampai ia sendiri yang termotivasi untuk belajar naik sepeda. Alhamdulillah ternyata benar. Selesai tema sepeda di TK B, ia minta diajari naik sepeda dan hanya dalam waktu dua hari sudah bisa.

Saat itu ia belum bisa membaca. Ketika pulang kampung, kadang sama nenek dibandingkan dengan anak-anak tetangga. “Anak-anak di sini sudah pada bisa baca.”

Kami diam saja. Itu bukti nenek cinta cucunya. Tapi kami punya prinsip, biar anak-anak membaca sesuai tahap perkembangannya. Menjelang TK berakhir, Miqdad minta diajari membaca. Ia tahu di SD nanti perlu membaca. Alhamdulillah di sekolah Miqdad sebenarnya sudah diajari tahapan membaca sesuai usianya. Sehingga hanya butuh sekitar tiga hari Miqdad lancar membaca.

Saat ini, ketika pulang kampung nenek membanggakan Miqdad. Dia paling rajin membaca. Ratusan buku (termasuk komik) sudah dibacanya. Itu yang membuatnya tahu lebih banyak dan lebih mudah memproduksi kata-kata. Hingga ketika ada lomba bercerita, ia meraih juara dua.

“Juara satu siapa?”

“Kakak kelas.”

Lomba bercerita itu sebelum Ramadhan, tepatnya pas Peringatan Isra Miraj. Pialanya baru diserahkan kemarin, bersama piala siswa berprestasi. Alhamdulillah… jadi dua piala istimewa di hari anak nasional. [Ummi Liha/KeluargaCinta]