Kesehatan

Faktor Risiko Rematik yang Biasa Terjadi, Termasuk di Usia Muda

faktor risiko rematik

Penyakit rematik dulu dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dialami oleh lansia. Namun kini, penyakit ini semakin banyak ditemukan pada individu di usia produktif, bahkan pada anak-anak sekalipun. Ada berbagai faktor risiko rematik yang perlu diketahui, termasuk pada usia muda, seperti:

1. Jenis Kelamin

Secara umum, kasus rematik lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki, terutama jenis rematik yang berkaitan dengan gangguan autoimun. Salah satu faktor utama yang diyakini berperan dalam kecenderungan ini adalah pengaruh hormon estrogen, yang jumlahnya dominan dalam tubuh perempuan.

Hormon tersebut memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh, namun pada kondisi tertentu, justru dapat memicu reaksi berlebihan dari sistem imun, sehingga tubuh menyerang jaringannya sendiri.

Respons imun yang hiperaktif inilah yang menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit rematik-autoimun seperti lupus dan rheumatoid arthritis. Karena alasan itulah, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami kondisi tersebut dibandingkan pria.

2. Obesitas

Faktor risiko rematik selanjutnya adalah Kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Hal ini diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan pada sendi, terutama berupa peradangan atau radang sendi. Beban tubuh yang berlebih memberikan tekanan ekstra pada sendi-sendi utama yang berperan penting dalam menopang dan menggerakkan tubuh, seperti lutut dan pinggul.

Kedua sendi tersebut memiliki fungsi vital dalam aktivitas sehari-hari, mulai dari berjalan, berdiri, hingga naik turun tangga. Ketika bobot tubuh berada di luar batas ideal, tekanan yang diterima sendi menjadi jauh lebih besar dari kapasitas normalnya.

Akibatnya, bantalan tulang rawan yang melindungi sendi dapat mengalami kerusakan secara bertahap, memicu peradangan, rasa nyeri, hingga keterbatasan gerak. Oleh karena itu, menjaga berat badan tetap dalam kisaran sehat menjadi langkah penting dalam mencegah radang sendi, khususnya pada bagian tubuh yang paling banyak menanggung beban.

3. Aktivitas dan Pekerjaan

Beberapa jenis aktivitas, terutama yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu panjang, bisa menjadi pemicu munculnya gangguan pada sistem gerak tubuh. Faktor risiko rematik tersebut umumnya meningkat apabila aktivitas tersebut dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak tepat atau melibatkan pembebanan berlebih pada bagian tertentu. Misalnya, bekerja dalam posisi duduk atau membungkuk terlalu lama tanpa diselingi peregangan dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada otot dan sendi.

Demikian pula dengan kegiatan yang mengharuskan mengangkat atau membawa beban berat secara terus-menerus tanpa teknik yang benar, hal itu berpotensi menyebabkan cedera atau mempercepat kerusakan jaringan. Seiring waktu, kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi secara konsisten tersebut dapat menumpuk dan memicu gangguan kesehatan, termasuk nyeri otot, radang sendi, atau bahkan kerusakan permanen pada struktur tulang dan jaringan lunak.

4. Genetik

Riwayat penyakit dalam keluarga, khususnya dari orangtua, dapat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemungkinan seseorang mengalami kondisi kesehatan tertentu, termasuk rematik. Jika salah satu atau kedua orangtua pernah atau sedang menderita penyakit rematik, maka peluang untuk mengalami gangguan serupa akan cenderung lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak memiliki latar belakang keluarga dengan kondisi tersebut.

Hal ini disebabkan oleh adanya faktor genetik yang diwariskan, di mana kecenderungan terhadap gangguan autoimun atau inflamasi sendi bisa diturunkan dari generasi sebelumnya. Meskipun tidak secara langsung menimbulkan penyakit, faktor keturunan ini dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap pemicu lingkungan atau gaya hidup yang mendorong munculnya rematik. Oleh karena itu, penting untuk lebih waspada dan memperhatikan gejala-gejala awal jika terdapat riwayat rematik dalam keluarga.

5. Diet

Secara umum, pola makan atau diet tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap sebagian besar jenis rematik. Namun, peran diet menjadi lebih menonjol pada kelompok rematik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme tubuh, seperti asam urat dan osteoporosis. Pada kondisi asam urat, konsumsi makanan tinggi purin dapat memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah yang kemudian mengendap di persendian dan menyebabkan peradangan.

Sementara itu, dalam kasus osteoporosis, asupan nutrisi yang tidak memadai (terutama kalsium dan vitamin D) dapat mempercepat penurunan kepadatan tulang. Dengan demikian, meskipun diet bukan faktor utama dalam semua jenis rematik, pengelolaan asupan makanan tetap penting pada jenis-jenis tertentu yang berkaitan erat dengan metabolisme tubuh.

Itulah beberapa faktor risiko rematik. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, banyak kasus rematik juga disebabkan oleh gangguan pada sistem kekebalan tubuh. Dalam kondisi ini, sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan peradangan pada sendi dan jaringan lainnya. Hal ini sering terjadi pada penyakit rematik autoimun seperti rheumatoid arthritis dan lupus.