Pernikahan

Gagal Mendapatkan Janda

Semangat laki-laki tambun ini berlipat ganda, akhir-akhir ini. Berbagai upaya dia lakukan demi suksesnya niat yang telah lama dia pancangkan. Bukan main-main. Dia benar-benar ingin membuktikan bahwa penilaian keluarga janda idamannya itu tidak benar.

Beberapa kali dalam satu pekan, dia mengantarkan berbagai jenis barang dagangan. Diletakkan di rumah si  wanita beranak lebih dari tiga itu. Empatinya tergerak. Sebab menafkahi anak-anak yang masih sekolah seorang diri bukanlah hal yang gampang.

Sang laki-laki mengambil perannya dengan baik. Membantu berjualan. Berharap hati anak-anak dan calon mertuanya luluh.

Namun, tak ada kisah yang berubah. Ia tetap datang di acara-acara penting anak-anak wanita yang dia cintai. Bahkan oleh tetangga sudah dibahasakan dengan ‘bapaknya anak-anak’. Selain kabar menikah yang semakin tidak jelas, yang terdengar justru kisah lain nan memilukan, bagi si laki-laki berkulit gelap ini.

Usahanya seperti sia-sia. Bahkan mungkin ada tabungan dosa sebab amalannya itu dilakukan kepada wanita yang bukan muhrimnya. Seharusnya, mereka tak seakrab itu. Apalagi dengan tiadanya dukungan dari orang tua si wanita, kisahnya pun semakin terjal dan berliku.

Puncaknya, si wanita yang suaminya meninggal dunia itu hendak menikah dengan laki-laki lain. Kabarnya pasti. Bahkan sosok yang sehari-hari berboncengan empat mengantarkan anak-anaknya ke sekolah ini sempat menyampaikan pernyataan terbuka, “Semoga ini labuhan terakhir.”

Terkonfirmasi, calon suaminya merupakan sosok terpandang dan direstui oleh orang tua si wanita. Pernikahannya dihelat dalam masa yang tak lama lagi.

Bagi si laki-laki tambun, kabar ini bisa jadi amat menyesakkan dadanya. Pengorbanannya yang tak secuil sirna seketika. Tapi, mau bilang apa? Bukankah asas paling utama dalam pernikahan setelah kesamaan akidah adalah adanya kerelaan dari seluruh pihak yang terlibat di dalamnya?

Terkait sebab gagalnya, selain tiadanya ridha dari orang tua si wanita, adalah perangai si laki-laki yang kurang bisa mengambil hati anak-anak wanita idamannya. Terkesan sombong, tutur anak-anak, bahkan sering menyampaikan kalimat-kalimat yang tak cocok sebagai materi pendidikan buah hati yang usianya baru tiga puluh enam bulan.

Namun, andai si laki-laki mau berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, selayaknya dia bersyukur setelah memohon ampun kepada-Nya. Sebab Dia mustahil berlaku zhalim. Sebab ada begitu banyak hikmah di balik penolakan itu. Sebab memang, tidak mudah menikahi wanita yang sudah beranak. Apalagi jika ia memiliki ‘warisan’ masa lalu yang kurang menyenangkan.

Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]