Inspirasi

Habis Manis, Akhwat Dibuang

bunga mawar - zonawallpaper
bunga mawar – zonawallpaper

Mari tatap lekat-lekat anak-anak perempuan, istri, ibu, adik perempuan, bibi, anak perempuan dari bibi kita. Jika jauh, bayangkan wajah mereka baik-baik, sedetail-detailnya. Merekalah wanita-wanita yang harus kita jaga kehormatannya, dimuliakan hidupnya, dicukupi kebutuhannya, dan diwarisi aqidah serta keimanan jika ternyata kita lebih dulu mati.

Lalu, bayangkan muslimah-muslimah yang menunduk dalam haru dan syahdunya. Bagaimana kehormatan mereka, kehidupannya, nasibnya; apakah mereka telah mendapatkan haknya, ataukah sebaliknya? Bahkan, banyak di antara mereka yang diperlakukan secara zhalim; bukan oleh orang jauh, tapi dari orang terdekatnya.

Air mata saya meleleh saat membaca kisah seorang Ukhti dalam buku “Dua Jiwa Satu Surga” tulisan Gurunda Rahmat Idris. Ialah seorang muslimah lugu yang terjerumus dalam dekapan laki-laki tak beradab dengan topeng aktivis dakwah kampus. Dengan kepolosannya yang beluam memahami ganasnya fitnah dunia, ditambah dahsyatnya rayuan setan dalam tiap detiknya, ia harus menangis di sepanjang sisa hidupnya.

Melihat pesona sang Muslimah (bukan nama sebenarnya), sebut saja Pandir, berupaya melakukan berbagai macam cara untuk mendekatinya. Siapa sih yang tidak tertarik dengan muslimah anggung, aktivis, berprestasi, sigap, dan memiliki paras di atas rata-rata wanita umumnya? Maka, langkah yang diambil oleh si Pandir adalah bergabung dengan Lembaga Dakwah di sebuah kampus. Modusnya dakwah, tapi niatnya, semoga Allah Ta’ala mengampuni kesalahannya.

Muslimah anggung pun dekat dengan si Pandir dalam banyak kegiatan. Mulanya malu-malu, bicara seperlunya, dan untuk hal-hal resmi saja. Namun, seiring berjalannya masa, ketika keadaan ‘memaksa’ mereka untuk lebih sering berinteraksi, keduaya kian dekat. Pun, terkait kehidupan pribadi, tak lagi melulu soal dakwah.

Dari sinilah setan sudah bertepuk tangan. Ia telah menemukan celah, dan berisp-siap membuat lubang nan menganga. Maka keduanya didekatkan dengan modus merawat nenek si Pandir yang tak berdaya sebab sakitnya. Aksi pun berjalan, bungkusnya ukhuwah. Pertemuan pertama, si Nenek amat simpati dengan teman perempuan cucunya itu. Setelah Muslimah pulang, si Nenek pun turut tersusupi godaan setan dengan perkataan, “Dia kok cantik ya? Andai kalian berjodoh.”

Lantaran alasan itu pula, maka si Pandir semakin memiliki banyak dalih agar Muslimah itu masuk dalam perangkap jahatnya. Keduanya pun terbiasa antar jemput dari kampus ke rumah si Pandir, dan kembali ke kosan si Muslimah. Si Pandir adalah anak orang tajir; orang tuanya tidak tinggal serumah karena urusan bisnis.

Memang, saat antar-jemput, di mobil mereka tidak bersentuhan. Namun, bukankah yang ketiga tatkala dua orang asing berduaan adalah setan yang terlaknat? Begitulah adanya. Hari berganti, masa berbilang. Keduanya terjerumus dalam lubang nestapa yang telah dirancang oleh setan laknatullah. Innalillahi…

Setelah manisnya akhwat berhasil diisap, si Pandir mulai berulah. Ia tak pernah menghubungi si Muslimah, senantiasa menghindar, bahkan menututup akses bagi si Muslimah untuk masuk ke rumahnya setelah sebelumnya diberi izin dengan leluasa. Deritanya, si Pandir mulai menyebarkan fitnah bahwa di balik keanggunan dan pesonanya, si Muslimah telah berupaya untuk merayunya dalam maksiat.

Saat merasakan jatuh, si Muslimah pun seakan tertimpa tangga ketika menerima undangan pernikahan dari adik binaan terbaiknya. Rupanya timpaan itu bukan tangga, tetapi langit nan gelap itulah yang runtuh dan menimpanya. Menyesakkan dada. Sebab dalam undangan pernikahan itu, yang tercantum sebagai calon mempelai laki-laki adalah nama yang amat menyeramkan dalam kehidupannya, si Pandir.

Dilema tentunya. Jika si Muslimah berkata jujur kepada adik binaannya itu, tentulah ia membuka aibnya sendiri, sementara adik binaannya itu belum tentu percaya. Jika diam, bukankah ia telah membiarkan adik binaan yang amat disayanginya terjatuh dalam sarang buaya pengisap darah?

Benarlah, fitnah si Pandir berhasil menghasut calon istrinya itu. Hingga akhirnya, pernikahan keduanya pun berlangsung. Lantas, bagaimana nasib Muslimah yang termakan fitnah nan dahsyat hingga terjerumus dalam zina?

Atas izin Allah Ta’ala, dia insafi semua kesalahannya, bertaubat sungguh-sungguh, dan akhirnya menikah dengan lelaki idaman yang shaleh. Kini, berkah taubatnya, si Muslimah telah berbahagia dengan lahirnya anak dari pernikahannya setelah sebelumnya hampir nekat untuk membunuh dirinya. [Pirman]

3 Comments

  • akhwat 2 Maret 2015

    apakah muslimah mengakui aibnya saat dilamar lelaki sholeh yg skrg jd suaminya? ataukah sampai skrg menutupi dr suaminya tu?

    • trisno 2 Maret 2015

      Pernah ustadz ana ngaji ditempat seorang alim…. saat ngaji itu datang seorang bapak bercerita kepada sang kyai. “Kyai, anak.perempuan saya telah berzina, apakah saya perlu cerita ini kepada calon suaminya ?”… sang kyai menjawab “tak perlu, kubur dalam-dalam. Allaah telah menutup aib kita, tak perlu kamu umbar”

  • ngatijah 3 Maret 2015

    Apa muslimah mengakui bahwa dirinya tk suci lagi?

Comments are closed.