Featured Inspirasi

Yang Dilakukan Walid Saat Istri Mengaku Kehilangan Kehormatan

istri kehilangan kehormatan

Akad nikah dan walimah telah dilangsungkan. Tibalah malam yang paling ditunggu. Malam yang paling dirindu.

Walid terkesima saat memandangi wajah istrinya. Cantik mempesona. Ia sangat bersyukur, malam ini ia akan menghabisnya waktu berdua. Walid mendekat, hendak membelai rambutnya. Namun teriakan sang istri mengejutkannya.

Pemuda berwajah tampan itu diam sesaat. “Mungkin ada yang salah dengan caraku?,” gumamnya. Ia mencoba lagi, tapi sang istri kembali berteriak lalu menangis tersedu-sedu.

Walid berusaha menenangkan hingga tangis istrinya pun mereda. “Ada apa? Kita sudah menjadi suami istri, katakan saja. Jangan ada rahasia.”

“Maafkan aku,” katanya sambil terisak lagi. “Sebenarnya aku sudah tak suci lagi. Aku sudah kehilangan kehormatan..”

Walid seperti tersambar petir. Bumi terasa sempit. Dunia terasa gelap. Tak mampu berkata apa-apa, ia segera keluar dari kamar, meninggalkan istri yang baru dinikahinya.

Marah dan kecewa campur aduk di dada Walid. Namun ia menahan diri dengan tetap diam.

Pagi-pagi, Walid menemui istrinya. “Jika aku menceraikanmu saat ini, pasti engkau akan menjadi bahan perbincangan. Lalu orang-orang tahu aibmu hingga engkau dan keluargamu akan malu. Karenanya, aku tidak akan menceraikanmu sekarang. Tetaplah tinggal di sini selama tiga bulan. Setelah itu aku akan menceraikanmu.”

Hari-hari berikutnya menjadi hari-hari yang perih bagi pasangan suami istri itu. Walid tak mau menyentuh istrinya. Sementara sang istri, ia masih sering menangis. Mereka serumah, tapi tak pernah sekamar. Istri tidur di satu kamar, Walid tidur di kamar lainnya.

Hari demi hari berganti. Pekan demi pekan terlalui. Walid masih kecewa dengan istrinya. Namun ia melihat banyak kebaikan dari wanita cantik itu. Ibadahnya bagus, mengurus rumah bagus, melayani keperluan suaminya juga bagus. Kadang Walid memergoki saat istrinya menangis saat sholat tahajud.

Di bulan ketiga, ketika hujan lebat, mobil Walid mogok. Di bawah derasnya hujan yang sangat dingin, Walid berjalan kaki menuju rumah. Sampai di depan rumah, Walid mengetuk pintu. Tepat saat sang istri membuka pintu, Walid terjatuh. Ia pingsan.

Dengan susah payah, sang istri mengangkat Walid ke kamar. Ia begadang sambil terus mengompres suaminya. Demam tinggi tak kunjung turun. Bahkan tubuh Walid sampai mengejang. Tak tega melihat suaminya, ia dekap seperti ibu mendekap bayinya. Kesadaran Walid pulih. Berangsur-angsur demamnya juga turun.

Saat Walid membuka matanya, ia melihat sang istri menemaninya sambil menangis. Walid menyeka wajah cantik di dekatnya. Untuk kali pertama sejak malam prahara itu, ia menyentuh istrinya.

Tiga hari kemudian, sang istri tampak sibuk mengemasi barang-barangnya. Ia tahu waktunya telah habis. Ia siap diceraikan Walid.

“Bisakah engkau berhenti sebentar? Aku ingin mengajakmu pergi ke satu tempat,” kata Walid sambil mengajak istrinya keluar. Mobil telah diperbaiki dan kini siap digunakan kembali.

Baca juga: Gombalan untuk Istri

Sang istri sempat bingung ketika mobil itu berhenti di sebuah salon kecantikan. “Mengapa berhenti di sini?”

“Berhiaslah yang paling cantik. Aku telah memaafkan masa lalumu. Aku tak akan menceraikanmu karena telah melihat kejujuran dan cintamu padaku.”

Sang istri tak sanggup menahan air mata. Air mata bahagia. Ia bersyukur kepada Allah, taubatnya berbuah manis. Mendapatkan suami shalih dan menerima apa adanya. [Muchlisin BK/KeluargaCinta]

*Diadaptasi dari kisah nyata pasangan suami istri di Imarat Line Club