Di sebagian masyarakat kita berlaku anggapan bahwa istri yang tidak bisa memberikan anak kepada suaminya akan lebih baik jika diceraikan. Asumsinya, setelah bercerai, seorang suami bisa menikah lagi dengan wanita lain yang memungkinkan untuk memberikan anak kepadanya.
Padahal, faktanya, pernikahan kedua tidak serta-merta bisa menjadi jalan bagi seorang suami untuk memiliki anak. Bahkan, pernikahan kedua tak ubahnya dengan pernikahan pertama; sama-sama tidak diberi anak. Sebab memang, urusan anak ini mutlak Kekuasaan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Jika ditilik dari kisah kenabian, anggapan ini juga tidak benar. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menceraikan ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq? Bahkan, Baginda Nabi menyematan gelar Ummul Mukminin, meski istri Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits ini tidak bisa memberikan keturunan kepadanya.
Jauh di atas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ada juga kasus pernikahan Nabi Yahya ‘Alaihis salam. Anak Nabi Zakariya ‘Alaihis salam ini tidak menceraikan istrinya, meski tiada anak yang lahir dari pernikahan barakah antara dua insan bertaqwa ini.
Berlainan pula dengan anggapan yang beredar di masyarakat tersebut, ada kisah seorang suami yang menikah lagi lantaran tidak memiliki anak dari pernikahan pertamanya. Bahkan, sang istri pertamalah yang memberikan saran kepada suaminya agar menikah lagi supaya mendapatkan keturunan.
Ialah Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam sang Khalilullah. Oleh istri pertamanya, Sayyidatina Sarah, Ibrahim ‘Alaihis salam dianjurkan untuk menikahi Sayyidatina Hajar. Qadarullah, pernikahan kedua tersebut melahirkan buah hati, Nabi Ismail ‘Alaihis salam.
Berdekatan waktu dengan kelahiran Ismail ‘Alaihis salam dari rahim Sayyidatina Hajar, Allah Ta’ala pun memberi karunia anak kepada Sayyidatina Sarah, padahal sebelumnya tidak bisa hamil. Ialah sosok Nabi Ishaq ‘Alaihis salam. Dari beliau, Allah Ta’ala memberikan karunia anak, Nabi Ya’kub ‘Alaihis salam yang kelak memiliki keturunan Bani Israil. Nabi Ishaq ini disebut oleh al-Qur’an sebagai ‘alim, ialah kecerdasan yang diwariskan kepada Bani Israil hingga kini, meski dimanfaatkan dengan cara yang salah.
Nah, jelaslah sudah duduk perkaranya. Dari tiga kisah ini, kita bisa mengambil perlakuan yang seharusnya dilakukan oleh para suami. Jika seorang istri tak bisa menjadi sarana bagi lahirnya buah hati, apakah sebaiknya diceraikan atau dipoligami.
Akan tetapi, masih ada cara ketiga. Ialah bersabar. Bahwa anak adalah ujian. Kemandulan bisa jadi berasal dari suami. Maka bersabar adalah cara terbaik sembari terus berupaya dan menambah kualitas taqwa kepada Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
1 Comment
Comments are closed.