Kutahu, tak ada yang sempurna. Karenanya, Tuhan syariatkan hamba-hamba-Nya untuk menikah; agar mereka saling melengkapi, dan menyempurnakan satu dengan yang lainnya. Karena tak sempurna itu pula, maafkan aku yang belum kuasa jadi suami dan ayah yang baik untukmu-istriku-dan anak-anak kita.
Kumemilihmu, bukan asal saja. Dengan kesadaran penuh kuambil amanah besar itu. Bukan, bukan karena aku merasa kuat atau bisa; tapi kulakukan itu hanya karena sadari bahwa Allah Maha Menguatkan siapa yang berniat dan sungguh-sungguh jalankan perintah-Nya dan sunnah Rasul-Nya yang mulia.
Istriku, kau bilang usiamu semakin menua. Benar, jika acuannya adalah bilangan biologis. Namun, kuhampir lupa kata “tua” sebab semangat dan harapan hidupmu yang begitu besar. Tiap hari selalu kusaksikan nyala semangatmu dalam setiap amal kebaikan yang kau kerjakan; bakti kepada orang tua, pengabdian kepada suami, perhatian dan sayang kepada anak, pengayoman kepada adik, juga cinta yang selalu kau siramkan kepada anak didikmu.
Akhirnya, enam belas bulan bersamamu, kupahami mendalam; bahwa sekat-sekat usia biologi amatlah tipis dan nyaris roboh tanpa makna di hadapan sosok nan menyala jiwanya sepertimu, istriku sayang.
Karena hal itu pula, di hari ketika setahun lagi kau masuki usia setengah abad kehidupan, kuingin sampaikan, “Hiduplah bersamaku, minimal lima belas tahun lagi.” Kujuga hendak pintakan pada Sang Mahakuasa, “Rabbi, izinkan ia menua bersamaku.”
Istriku, kutahu hidup tak mudah. Bahkan, gelombang dan badai kehidupan sudah akrab kujalani sejak usiaku memasuki angka enam tahun. Hal itu ditambah dengan perjuangan yang tak mudah hingga akhirnya, Allah Ta’ala pertemukan kita.
Lepas pertemuan halal dan semoga diberkahi itu, kupikir hidup dan perjuangan yang kujalani akan bertambah pelik dan rumit. Apalagi, lima adik dan sekian banyak anggota keluargaku, akan bertambah dengan amanah tujuh anak kita.
Namun, saat kusaksamai ketegaran yang terpancar dari raut wajahmu, ketika kudengar bisik lembutmu bahwa Allah Ta’ala akan selalu membantu kita, dan semangtmu yang alirkan gairah padaku untuk tak menyerah hadapi uji hidup yang tak biasa ini, tahukah kau-istriku-apa yang kurasa?
Sungguh, karenanya kurasa hidup semakin mudah, ujian akan gampang diatasi, dan kesadaran yang kian bertumbuh bahwa Allah Ta’ala tak mungkin sia-siakan kita selama tak menyerah dalam menghadapi gelombang hidup yang kian mengganas ini.
Karenanya, selain ucap “Terima kasih” yang kuulang hampir setiap kali kita beranjak tidur, kulantunkan doa, “Semoga Allah Ta’ala semakin menyayangimu dan kuatkan kita di jalan taat.”
Istriku, doakan aku selalu; agar jadi hamba yang taat kepada-Nya, tegar dan kuat perjuangkan sunnah, abdikan diri untuk umat, kuasa menjalani bakti sebagai anak dan menantu shaleh, serta sanggup jalani peran sebagai suami dan ayah yang bisa menyelamatkamu, anak-anak, dan keluarga kita dari siksa neraka.
Dengan demikian, doa serupa terlantun untukmu sebagai anak, ibu, menantu, dan istri serta harapan agar Allah Ta’ala berikan balasan terbaik untukmu atas doa yang kau panjatkan.
Istriku, berulang kali kuucap, bahwa ke depan, ujian yang akan kita alami kian berat. Karenanya, kita mesti saling ingatkan dan saling bahu agar senantiasa dekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Sebab Dialah sumber kekuatan di semesta ini.
Akhirnya, selain harap dan pinta yang kupinta dan mustahil disebut semua di tulisan yang singkat ini, kuingin bisikkan lirih di telinga, pikiran dan hatimu, “Sayang, bersamamu surga kurasa kian dekat.” [Pirman]
7 Comments
Comments are closed.