Di dalam Islam, jima’ itu suci. Ianya lebih dari sekadar hubungan antara seorang istri dan suami. Ianya merupakan instrumen yang dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai sarana untuk menjaga kesucian diri dan menempatkan manusia pada derajat yang tinggi, di atas derajat hewan bahkan malaikat.
Karenanya, di dalam Islam ada hal yang benar-benar menjadi larangan, meski dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Ialah ‘mendatangi’ istrinya dari tempat yang tidak seharusnya. Rupanya, ‘mendatangi’ istri dari ‘belakang’ merupakan pelanggaran yang sangat serius, baik ditinjau dari segi aqidah maupun kesehatan.
“Barang siapa menjima’ istrinya yang sedang haid atau pada duburnya, atau mendatangi dukun lalu mempercayainya, berarti telah mengingkari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.”
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh 7 Imam ahli hadits kecuali Imam an-Nasa’i ini, ‘mendatangi’ istri dari ‘belakang’ dan ketika datang bulan disamakan dengan syirik. Pelakunya wajib dimasukkan ke dalam neraka jika meninggal dunia sebelum bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Apakah kita rela menukar sensasi ‘mendatangi’ istri dari ‘belakang’ dan saat berhalangan-sebagaimana diagung-agungkan oleh sebagian besar pendamba kenikmatan jima’-dengan siksa yang pedih di neraka karena pelakunya disamakan dengan berbuat syirik kepada Allah Ta’ala?
Seorang ulama’ kenamaan, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah, turut menjelaskan hal ini dengan mengatakan dalam ath-Thib an-Nabawi, “Allah Ta’ala mengharamkan jima’ meski pada tempat yang diperintahkan (farji) jika kondisinya sedang kotor dan najis akibat datang bulan, maka bagaimana pula dengan tempat lewat dan keluarnya kotoran yang sudah pasti?”
Sangat logis. Amat jelas. Di sana ada tempat lewatnya dan sarang kotoran sehingga tak layak untuk dijadikan kebanggaan. Sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai kebersihan dan kesucian yang amat dijunjung tinggi oleh Islam yang mulia.
Disebutkan dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam tidak sudi melihat mereka yang ‘mendatangi’ istri dari ‘belakang’, dan menyamakannya dengan kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam.
Dari segi kesehatan, ‘mendatangi’ istri ketika ‘berhalangan’ diharamkan karena terjadi kontraksi di otot dinding farji saat mencapai ‘puncak’ sehingga bisa menarik darah yang keluar saat halangan ke dalam, lalu menyebar ke organ lain sehingga menyebabkan berbagai jenis penyakit. Selain bagi istri, suami yang melakukan ini juga sangat rentan terkena infeksi.
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari buruknya aktivitas ini. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]