Sepasang suami-istri terkenal sebagai pasangan yang paling serasi. Perlambang cinta sejati, kerukunan penuh kedamaian, dan kasih yang abadi. Mesra. Selalu bersama. Kompak. Saling melengkapi. Dan, membuat iri siapa pun yang menyaksikannya.
Padahal, sepasang suami-istri ini memiliki kepribadian yang jauh berbeda. Sang suami terkenal sebagai orang diam, santai, tidak panik, meski terkesan sepele dan apatis. Sebaliknya, sang istri merupakan pribadi yang banyak bicara, terburu-buru, tergesa, hingga ternilai mudah marah dan reaktif untuk persoalan sekecil dan seremeh apa pun.
Suatu hari, keduanya melakukan perjalanan laut. Niatnya berbahagia dan menikmati kebersamaan, rupanya mereka mendapati ujian berat di tengah samudra. Angin. Hujan lebat. Guntur. Petir. Membadai. Kapal yang mereka tumpangi pun bergejolak, seluruh penumpangnya panik.
Apalagi sang istri, gulana dan kacaunya hati wanita ini memuncak. Ia berlari ke sana ke mari, mengupayakan berbagai jenis penyelamatan, dan sibuk tiada banding. Marahnya bertambah-tambah ketika dirinya mendapati sang suami di sebuah sudut.
Laki-laki pujaan jiwanya itu bersikap santai, easy going, tiada cemas atau panik, wajahnya datar. Biasa-biasa saja. Menyaksikan fenomena ganjil ini, sang istri pun mengambil sebilah pisau. Didekatilah sang suami, lalu ditodongkan kepadanya, “Apakah kamu tidak takut dengan pisau ini?”
“Tidak,” jawab sang suami santai.
“Apa alasannya?” lanjut sang istri.
“Sebab, aku sangat memahami siapa istriku. Dia tak mungkin melukai orang yang dia cintai, dan orang itu pun mencintainya.”
Saat istrinya terkesima di tengah cuaca yang semakin berkecamuk, sang suami berkata lembut, “Maka, aku tidak khawatir dengan badai yang tengah terjadi. Sebab semua kejadian berada dalam Kuasa-Nya, dan aku pun mencintai-Nya dengan iman yang terjaga. Jadi, buat apa aku terbitkan khawatir yang akan semakin mengacaukan suasana?”
Seperti inilah seharusnya kondisi rumah tangga. Saat sang istri panik, suami kudu menjadi sosok pertama yang menenangkan. Sebaliknya, tatkala sang suami mengalami tekanan fisik dan psikis dalam banyak soalan, termasuk pekerjaan, seorang istri yang baik harus menjadi orang pertama dalam meredakan emosi, menghibur jiwa, dan memberikan obat dengan terus mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Jika Anda tengah alami sebuah kecamuk jiwa, dan suami Anda bersikap seperti ini atau sejenisnya, yakinlah bahwa dia merupakan suami terbaik yang diturunkan dari langit-Nya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]