Oleh: Dhiyaa Uddin
Menikah merupakan jalan yang legal untuk mempertemukan laki-laki dan perempuan. Bersatu karena ikatan agama dan komitmen membina rumah tangga yang berbasis ketauhidan. Mensegerakan bagi yang sudah memenuhi kriteria dan melayakkan bagi yang belum adalah keutamaan. Menikah adalah pintu untuk membuka gerbang peradaban.
Peradaban dibentuk oleh idealisme yang kokoh, mengakar dalam dan menghunjam kuat. Di situlah dua insan yang telah terikat dalam ikatan pernikahan itu diuji. Seyogyanya mereka mempersiapkan untuk itu. Menyiapkan generasi yang lebih baik. Sebagai bentuk kecintaan dan bekal bertemu Rabbnya. Namun terkadang, ada kondisi di lapangan yang tidak sesuai harapan. Tak sedikit yang malah lupa dengan visi dan misi di awal-awal pernikahan mereka. Lantas berjalan hambar seperti keluarga-keluarga biasa. Apa yang membuat visi dan misi itu dilupakan? Dan bagaimana mengembalikan pada target-target semula?
Persiapan ilmu yang kurang. Ilmu sangat penting untuk menyelami samudra kehidupan berkeluarga. Laki-laki dan perempuan diciptakan dengan karakter yang berbeda. Ketika Allah satukan dalam rumah tangga, maka sewajarnya perbedaan itu sudah bisa diantisipasi. Di sinilah kebesaran hati pasangan diuji. Psikologi suami istri bermain. Laki-laki cenderung diam dalam menyelesaikan masalah sedang perempuan sebaiknya. Saat masalah muncul, keduanya teguh pada tabiatnya. Jadilah rumah yang terkesan angker. Tak terselesaikan.
Itu baru satu hal. Belum lagi tentang parenting dan ilmu lain yang terkait.
Selainnya, kehidupan ekonomi yang belum stabil. Ekonomi yang belum stabil seringkali menjadi alasan bagi keluarga baru untuk mengupayakan sampai batas waktu kerja yang mungkin melebihi kebiasaan. Kelonggaran dalam komitmen yang disepakati inilah awal melemahnya kualitas idealismenya. Terlalu mentolerir karena alasan lelah, pulang larut yang berakibat pada merosotnya kualitas keimanan. Bangun mulai kesiangan, tahajud terlewat, puasa sunah pun jarang. Barangkali ini beberapa hal yang sering dialami
Maka celupkanlah keluarga itu dengat atmosfer keimanan yang kuat. Menginstal ulang niatan berkeluarga. Renungkanlah hakikat pernikahan. Ajaklah keluarga dalam kebaikan dengan kecintaan kepada agama yang utama. Pahami bahwa hakikat berkeluarga adalah untuk mendekatkan anggotanya pada Allah. Perlakukanlah keluarga sewajarnya. Sebagaimana pesan Umar bin Khaththab; mencintai dan membenci sewajarnya, jangan terlalu mencintai hingga membabi buta dan jangan pula membenci hingga menghilangkan kebenaran. Karena boleh jadi, keluarga kita akan menjadi ujian. Lihatlah segalanya dari kacamata agama. Mari kita jaga keluarga kita dari api neraka. Dengan daya yang kita bisa. [Keluargacinta]