Seiring berjalannya waktu atas nama modernisasi, hal-hal domestik sering dianggap remeh. Termasuk perkara domestik dalam rumah tangga terkait sumur, kasur, dan dapur. Begitu pula dengan aktivitas yang tak bisa dilewatkan dari kehidupan sehari-hari, seperti mencuci baju.
Akibat kurangnya pemahaman akan maknawi, mencuci baju sering dianggap pekerjaan rendahan. Suami sebagai pemimpin merasa menjadi rendah ketika harus mencuci baju diri, istri, dan anak-anaknya.
Istri yang memiliki seabreg kegiatan domestik soal anak dan rumah merasa kian repot jika harus merendam, mengucek, membilas, mengeringkan, menjemur, merapikan, menyetrika, dan merapikannya di dalam lemari.
Sebenarnya, bagaimana Islam yang mulia melihat hal remeh seperti mencuci baju ini? Siapakah yang bertanggungjawab? Apakah suami sebagai pemimpin dalam semua maknanya? Ataukah istri yang oleh umum ditugasi berbagai jenis pekerjaan domestik? Atau cukup disederhanakan dengan dibawa ke jasa cuci baju yang kian menjamur dengan harga bersaing dan kualitas tak layak direndahkan?
Mari sejenak menelaah kalam penuh makna yang disampaikan oleh sahabat mulia Al-Miqdam bin Ma’di Al-Karib. Beliau merupakan salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tinggal di Syams. Wafat di tahun 87 Hijriyah pada usia 91 tahun.
Seperti dikutip Syeikh Abu Bakar Al-Thurthusyi Al-Andalusi dalam Al-Ma’tsurat, sahabat mulia Al-Miqdam bin Ma’di Al-Karib menyatakan, “Sungguh, baju itu bertasbih selama ia masih baru (bersih). Saat kotor, ia berhenti bertasbih.”
Para ulama salaf dan khalaf sepakat, tiada benda mati yang dicipatakan Allah Ta’ala, kecuali ia bertasbih seraya memuji nama-Nya yang Mahaagung.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, hadits, dan atsar para sahabat tentang bertasbihnya matahari, bulan, bintang, gunung, langit, bumi, angin, dan makhluk yang dianggap benda mati lainnya.
Bahkan kerikil yang dipungut Nabi kemudian diletakkan di tangan manusia mulia itu, lalu dipindah ke tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar bin Khaththab, dan ‘Utsman bin ‘Affan, kerikil itu bertasbih dan suara tasbihnya bisa didengar oleh sahabat lainnya.
Begitu pula dengan buah anggur dan delima yang dimakan Nabi ketika sakit, pohon tempat Nabi berkhutbah di bawahnya, semuanya bertasbih dengan tasbih yang bisa didengar olah para sahabat saat itu.
“Sesungguhnya baju itu,” lanjut sahabat mulia Al-Miqdam, “berkata di awal siang, ‘Ya Allah, ampunilah dosa yang membersihkan aku.’”
Sampaikan riwayat ini kepada pasangan Anda. Jadikan mencuci baju sebagai misi suci dan salah satu ibadah. Begitu pun ketika masing-masing pasangan sibuk dengan pekerjaan lain, agar masing-masingnya mengambil sebaik-baik peran dalam urusan penting yang kerap diremehkan ini. [Keluargacinta]