Sebaik-baik suami adalah yang paling baik perlakuannya saat mendatangi istrinya. Sebaik-baik istri ialah yang paling bagus pelayanannya saat didatangi suaminya. Keduanya memiliki visi yang sama untuk memberikan yang terbaik sebagai perwujudan menjalankan sunnah Nabi, atas rasa sayang dan kasih di antara keduanya. (Baca: Sebaik-baik Pasangan adalah yang Paling Baik Jima’nya)
Di antara sekian banyak kiat agar seorang suami mampu mendatangi istrinya dengan sebaik-baiknya ialah dengan mempelajari apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Beliau menetapkan berbagai kiat yang jika diamalkan pasti menghasilkan manfaat yang sangat luar biasa. Banyak kiat terkait hal ini, insya Allah akan kita bahas pada tulisan mendatang.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam juga memberikan peringatan yang sangat keras terkait larangan-larangan saat jima’. Seperti mendatangi dari arah dubur, memaksa atau secara suka rela mendatangi saat istri datang bulan, serta menceritakan dengan detail hubungan yang dia jalani kepada setiap orang atau menyebarkannya.
Selain tiga larangan tersebut, ada satu larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam terkait jima’. Larangan ini lebih ditujukan kepada para laki-laki sebagaimana disebutkan dalam sabdanya. Sedihnya, ada oknum-oknum suami yang tidak mengetahui larangan ini hingga mereka kerap melanggarnya.
Larangan ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam riwayat Imam al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala dalam kitab an-Nikah, “Janganlah seseorang di antara kamu memukuli istrinya seperti layaknya memukuli budak, namun dia mendatanginya (jima’) di akhir malam.”
Dalam riwayat lain dari jalur Imam al-Bukhari dan Imam Muslim Rahimahumallahu Ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam juga bersabda, “Janganlah seseorang di antara kamu memukuli istrinya seperti layaknya memukuli budak, kemungkinan di akhir malam dia mendatangi (menjima’) istrinya tersebut.”
Menafsirkan hadits ini, Ustadz Abu Umar Basyir menjelaskan dalam Sutra Ungu, “Hubungan jima’ seperti disebutkan dalam dua hadits ini ibarat seseorang yang hanya sekadar menunaikan hajat, tanpa dilandasi rasa kasih sayang. Dalam keadaan marah, bahkan (dalam kondisi) konflik fisik antara suami dan istri, hubungan jima’ dapat dilakukan. Namun hal seperti itu tidak bijak. Sebab jima’ hanya dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan fisik semata.”
Hendaknya hal ini menjadi perhatian serius, khusus bagi para suami. Agar mereka berlaku lemah lembut dan penuh kasih sayang. Agar mereka tidak bertindak sewenang-wenang atau main pukul, kemudian di malam hari mendatangi istri untuk sekadar ‘buang hajat’.
Bahkan ada suami yang memiliki kelainan, ialah memukuli istrinya sebelum, saat, dan setelah berhubungan. Na’udzubillah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
NB: yang berminat memiliki buku Sutra Ungu bisa hubungi 085691479667-Pirman (SMS/WA)
1 Comment
Comments are closed.