Pernikahan

Mencari Istri Terbaik dengan Matematika Al Khawarizmi

Muhammad bin Musa Al Khawarizmi adalah ilmuwan matematika penemu bilangan nol. Ia lahir di Khawārizm (Khiva, Uzbekistan) sekitar tahun 780. Karenanya ia dikenal sebagai Al Khawarizmi.

Al Khawarizmi juga disebut sebagai Bapak Matematika atau Bapak Aljabar. Sebab, aljabar yang hingga kini digunakan berasal dari bukunya, Al-Jabar. Buku karyanya itu membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Selain ahli matematika, Al Khawarizmi juga ahli astronomi dan astrologi.

Suatu hari, Al Khawarizmi ditanya tentang calon istri terbaik. Penemu bilangan nol ini kemudian menjawab dengan menggunakan rumusnya.

“Agama itu nilainya 1, sedangkan hal lain nilainya 0.
Jika wanita itu shalihah dan baik agamanya, maka nilainya 1
Jika dia cantik, tambahkan 0 di belakangnya. Jadi nilainya 10
Jika dia kaya, tambahkan 0 lagi dibelakangnya. Jadi nilainya 100
Jika dia keturunan orang baik-baik dan terhormat, tambahkan 0 lagi. Jadi nilainya 1000
Sebaliknya jika dia cantik, kaya dan nasabnya baik tetapi tidak punya agama, nilainya hanya 0.
Berarapun 0 dihimpun, ia tetap 0”

Demikianlah jawaban hebat dengan matematika. Al Khawarizmi mengajarkan kepada kita, mencari istri hendaklah menjadikan agama sebagai pertimbangan utama. Jika agamanya baik, maka kelebihan-kelebihan yang lain akan menjadi kebaikan yang berlipat ganda. Namun jika agamanya tidak ada, tidak berguna segala kelebihan wanita.

Yang dimaksud dengan agama bukanlah sekedar pengetahuan. Bukan pula latar belakang pendidikan jurusan agama. Tetapi pemahaman dan pengamalannya. Agamanya baik, artinya ia memahami agama dan mengamalkannya. Agamanya baik, artinya akhlaknya baik. Agamanya baik, artinya karakternya baik.

Wanita cantik dan agamanya baik, ia akan menggunakan kecantikannya untuk melayani suami. Persis seperti gambaran istri membahagiakan dalam hadits Nabi; jika dipandang ia menyenangkan. Maka ketenangan dan kebahagiaan pun memenuhi kehidupan pernikahan.

Wanita kaya dan agamanya baik, ia akan menggunakan kekayaannya di jalan kebaikan. Seperti bunda Khadijah, ia membantu suami berdakwah, ia menggunakan hartanya untuk perjuangan Rasulullah.

Wanita dari nasab terhormat dan agamanya baik, ia menjadi kehormatan tersendiri bagi suami. Dan juga menjadi saham yang baik bagi anak-anaknya nanti.

Maka jika engkau bertanya wanita manakah yang terbaik untuk menjadi istri, sesuai rumus Al Khawarizmi, jawabannya adalah pertama-tama carilah wanita shalihah barulah engkau perhitungkan kelebihan-kelebihan lainnya. [Keluargacinta.com]

21 Comments

  • prist 23 Maret 2015

    subhanallah….

  • Nur Dien Fadhillah 23 Maret 2015

    Subhanallah, Smoga kita trgolong istri shaleha

  • fatmawati ali zaid 23 Maret 2015

    Subhanallah, jawaban yg cerdas dan singkat, namun sarat pesan dan makna yg mendalam,

  • muhidin 24 Maret 2015

    Subhanallah..

  • Sopian 24 Maret 2015

    Boleh di share di blog hehehe

  • bagus sapto mulyatno 24 Maret 2015

    Al-khowarizmi itu adalah Aku, amiiin

  • fay 26 Maret 2015

    alhamdulillah sepertinya saya sudah mendapatkannya..semoga kedepan akan jadi istri saya aamiin

  • dwi magetan 28 Maret 2015

    subhanaalloh…belajar untuk menjadi calon istri yang sholekah aamiin

  • moh wafir 5 April 2015

    Subhanalloh super sekali

  • Sang pendamba 7 April 2015

    Subhanallah..
    ❤️❤️❤️

  • Abdullah Keliobas 11 April 2015

    Subhanallah.

  • Reza Safrianda 18 April 2015

    Subbhanallah

  • Im 23 Juni 2015

    InsyaAllah prioritas 1 yg penting dan diikuti 0 0 0 selanjutnya .. Aamiin
    ^_^

  • Elafrastika 31 Maret 2016

    Smoga qta tergolong menjadi wanita yg muslimah aminnn….

  • tanpanama 30 April 2016

    sumber? referensi ceritnya darimana? Al Khawarizmi pernah bilang gitu?

  • ISJUDIN 30 April 2016

    cerdas

  • Hambaallah 30 April 2016

    Aamiin..semoga saya segera mendapatkannya

  • Abdul Kodir 2 Mei 2016

    Sepertinya itu ungkapan buya hamka bukan khawarizmi?
    Mohon maaf jika sy yg salah menganalisa…

    • shandy mo 30 Mei 2016

      abdul khodir. Buya hamka itu adalah seorang sejarahwan dan pembelajar filsafat otodidak.
      Beliau hanya menkutip saja perkataan al khawarizmi.
      Sebab al khawarizmi telah lahir ratusan tahun lebih dulu kbanding buya hamka yg bru lahir ratusan thun setelahnya tepatnya.

      Apakah seseorang yg mengutip ulang sbuah sabda. Maka ia menjadi pemilik sabda itu.
      Ibarat sabda rasullulah yah kita syiarkan ulang.? Tidak kan.

  • Ari Kurniawan 5 Januari 2018

    subhannallah sangat mengena di hati

  • Konveksi Kaos Murah 5 Januari 2018

    logikanya sangat masuk akal…

Comments are closed.