Era smartphone. Itu istilah untuk zaman kita saat ini. Bagaimana tidak, dari orang tua hingga remaja, hampir semuanya memiliki smartphone. Bahkan, anak-anak usia SD pun tak sedikit yang memiliki ponsel pintar itu.
Jika sudah memegang smartphone, dunia seperti dalam genggaman. Mau mencari hiburan apa saja ada. Mau mencari konten apa pun bisa. Mau terhubung dengan orang yang jaraknya sangat jauh pun mudah saja.
Jika sudah memegang smartphone, yang jauh bisa terasa dekat. Namun yang dekat sering kali jadi terasa jauh. Ia asyik komunikasi dengan orang nun jauh di sana melalui Facebook, Instagram, Line, WhatsApp atau aplikasi lainnya. Namun kadang mengabaikan orang terdekat yang hadir di sebelahnya secara nyata.
Dengan fasilitas seperti itu, seharusnya orang makin bahagia. Namun kenyataannya tidak. Semakin banyak angka bunuh diri. Semakin banyak orang yang depresi. Semakin banyak orang stres tingkat tinggi.
Mengapa banyak orang yang tak bahagia di era smartphone seperti saat ini? Salah satu penyebabnya pernah disampaikan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu 14 abad yang lalu.
Beliau mengatakan, “Barangsiapa yang memelihara iri dan dengki, jiwanya takkan bisa merasa bahagia.”
Adanya smartphone dan media sosial, membuat orang yang memelihara iri dan dengki semakin terstimulus. Melihat temannya mengunggah foto keberhasilan, ia iri. Melihat kawannya memposting cerita kesuksesan, ia dengki. Melihat tetangganya menshare foto mobil baru, ia menderita. Mengetahui keluarga orang lain harmonis, dongkol hatinya.
Mari kita periksa masing-masing hati kita. Jika kita mudah iri, mudah dengki, hasad terhadap sesama, sangat mungkin itulah yang membuat hidup kita tak bahagia.
Bagaimana agar kita terlepas dari iri dan dengki? Pertama, bersyukurlah pada Allah. Nikmatnya sangat banyak tak terhingga. Semakin kita bersyukur, semakin kita bahagia. Semakin kita bersyukur, semakin ditambah nikmatNya.
Kedua, sadarilah bahwa apa yang dianugerahkanNya kepada kita adalah yang terbaik untuk kita. Apa yang dimiliki orang lain, belum tentu akan membawa kebaikan jika kita memilikinya.
Ketiga, kita pahami bahwa hasad termasuk induk dosa. Iblis akhirnya diusir dari surga dan dinash menjadi penghuni abadi neraka karena awalnya hasad pada Adam. Tentu kita tak ingin menjadi orang tidak bahagia di dunia lalu menderita di akhirat selama-lamanya.
Keempat, berlatihlah untuk menjadi pribadi yang bahagia melihat orang lain bahagia. Menderita melihat orang lain menderita. Jangan menjadi orang yang sebaliknya. [Ummi Liha/KeluargaCinta]