Hujan deras mengguyur bumi Surabaya saat pasangan suami istri itu sampai di jalan tol. “Dulu kita pernah mau ke toko buku seperti ini akhirnya kembali pulang karena hujan ya Dik,” kata sang suami sambil menyetir.
“Iya Mas. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali,” sahut istrinya sambil tertawa mengenang peristiwa itu.
Waktu awal-awal menikah, mereka memang hanya punya sebuah motor ‘butut’. Itu pun hadiah dari orang tua. Jika lupa membawa jas hujan, mereka berteduh di tepi jalan saat hujan lebat menghadang. Bahkan sekalipun membawa jas hujan, jika perjalanan yang ditempuh cukup jauh, mereka bisa terhalang dan membatalkan rencana bepergian.
Ketika menikah, ikhwan tersebut hanya bergaji Rp 650 ribu. Seperti kebanyakan aktifis dakwah saat itu, mereka tidak terlalu berpikir tentang bagaimana bisa hidup layak setelah menikah. Mereka pun makan seadanya. Tempe, tahu; yang penting bisa makan. Dalam setahun, lebih dari tiga kali listrik rumah kontrakan mereka diputus sementara oleh PLN karena telat membayar.
Seiring bertambahnya usia pernikahan mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah rezeki mereka. Karir sang suami meningkat cepat. Prosentase gajinya naik melebihi teman-temannya yang lebih lama bekerja di sana. Lalu di tahun keempat, ia pindah kerja dengan penghasilan yang lebih tinggi. Kemudian Allah memberinya kemudahan merintis bisnis.
Kini, pasangan suami istri itu telah memiliki rumah sendiri. Dua rumah; satu atas namanya, dan satu lagi atas nama istrinya. Allah juga memberi mereka kendaraan dan melipatgandakan penghasilan mereka puluhan kali lipat. Hingga suatu saat, ikhwan tersebut berkata kepada salah seorang personil bendahara harakah di daerahnya: “Sekarang berapa infak tertinggi ikhwah kita, dan saya masuk peringkat berapa? Saya ingin berinfak paling besar diantara seluruh ikhwah kita, semoga Allah mengabulkannya”
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 32)
Sungguh benar janji Allah: Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Jika mereka miskin, Allah yang akan membuat mereka jadi kaya.
Sebagai seorang mufassir yang sangat memahami Al Qur’an, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memberikan nasehat berlandaskan janji Allah ini: “Carilah kecukupan dalam nikah.” Jika engkau ingin cukup, ingin kaya, maka menikahlah.
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menceritakan kisah seorang laki-laki yang tidak memiliki apa-apa selain sehelai sarung yang dikenakannya. Ketika menikah, ia tidak memiliki barang apapun yang bisa digunakannya sebagai mahar. Bahkan cincin besi pun tak bisa ia dapatkan. Lalu oleh Rasulullah ia disuruh memberikan mahar berupa mengajari istrinya ayat-ayat Al Qur’an yang telah dihafalnya. Qadarullah, setelah menikah ia dapat mencukupi nafkah untuk keluarganya.
Rasulullah mempertegas janji Allah terhadap orang yang menikah ini dalam sabdanya:
ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ
“Ada tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Azza wa Jalla, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah karena menghendaki kesucian, dan budak mukatab yang bertekad melunasi kebebasannya” (HR. An Nasa’i)
Pasangan suami istri di awal tulisan ini telah merasakan pertolongan Allah tersebut. Jika sebelum menikah mereka menerima pemberian dari orang tua. Kini dengan izin Allah, gantian mereka yang memberi kepada orang tua.
Jadi, adakah yang masih takut menikah karena alasan ekonomi? Semoga tidak lagi. Sebab, Allah-lah Sang Maha Pemberi rezeki. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]
71 Comments
Comments are closed.