Saat memasuki waktu shalat, maka kita langsung mendirikan, dan menyempurnakannya dengan berjamaah awal waktu di masjid. Tatkala bulan Ramadhan menyapa, maka kita pun langsung berniat pada malam hari untuk melakukan puasa di siangnya; segera, nampak begitu saja. Begitu pun ketika memiliki sejumlah harta yang memenuhi nishab, maka kita akan langsung menghitung zakatnya.
Sayangnya, ada begitu banyak kaum muslimin yang tidak berlaku demikian. Ada di antara mereka yang berlambat-lambat, santai, enggan dan seperti tak membutuhkan pahala. Padahal, kitalah yang berhajat ampunan dan ganjaran dari Allah Ta’ala, tapi mengapa masih bermalas-malasan?
Ironisnya, kemalasan itu menjalar dalam ibadah lainnya, termasuk menikah. Parahnya, banyak yang membawa menikah menjadi sebuah tradisi dan siklus hidup semata, tanpa menyertakannya dalam proses panjang penghambaan diri kepada Allah Ta’ala dan menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Minim dan hilangnya niat beribadah pada seseorang yang akan menikah inilah yang menjadi salah satu sebab banyaknya kaum muslimin dalam menunda menikah. Sebab ia masuk dalam bab tradisi dan kelayakan masyarakat, serta gengsinya terhadap orang-orang sekitar.
Sehingga, seorang ikhwan, sebut saja begitu, senantiasa bersikukuh menolak tawaran menikah dari ustadznya lantaran belum mendapat pekerjaan tetap dengan gaji puluhan juta perbulannya. Padahal, di kota besar sekalipun, tidak banyak perusahaan yang langsung memberi gaji sebesar itu bagi karyawan yang baru masuk kerja. Jika menunggu gaji puluhan juta per bulan, mau sampai kapan? Sementara pertambahan usia adalah keniscayaan.
Lain kisah, ada ikhwan yang menunda sebab calonnya belum sesuai dengan ekspektasinya. Meski hapalan al-Qur’annya belepotan, ia berhasrat memiliki pendamping hidup yang hapal 30 juz, tinggi semampai, kulit putih, wajah kinclong, tajir dan tidak memalukan saat diajak kondangan. Anehnya, ketika yang ditawarkan memiliki hapalan sebanyak itu, namun ukuran badannya lebih lebar dan lebih pendek beberapa senti meter, ia menggelengkan kepala dengan mengatakan, “Ana belum siap.”
Lucunya lagi, ada yang menolak hanya karena lain suku. Padahal, dari suku apa kelak, tidak menjadi pertanyaan oleh Munkar dan Nakir. Pun, dengan alasan-alasan tak logis lainnya.
Maka, menikahlah sekarang juga. Niatkan dengan benar, siapkan ilmunya, mohonlah jodoh dan kemantapan kepada Allah Ta’ala. Luruskan niat itu, seterusnya. Jika niatnya, keyakinan akan mantap bahwa Allah Ta’ala mustahil ingkari janji-Nya. Allah Ta’ala akan menjaga nafsu siapa yang menikah karena-Nya, Dia akan membuat orang fakir menjadi kaya ketika ia menikah untuk mengikuti sunnah Rasul-Nya.
Jika anda masih ragu, tak usah banyak tanya. Buktikan saja. Jika gagal, coba lagi. Ups![]
3 Comments
Comments are closed.