Pernikahan

Ummul Mukminin ‘Aisyah: Nikah adalah Perbudakan

Kepada cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, datanglah seorang ayah. “Aku,” ujar laki-laki tersebut, “memiliki seorang putri. Menurut Anda, siapakah yang layak menjadi suaminya?” tanya si laki-laki.

“Nikahkanlah dia dengan orang yang bertaqwa,” jawab Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Lanjutnya sampaikan alasan, “Jika laki-laki bertaqwa itu menyukai putrimu, dia akan menghormatinya. Dan jika tidak menyukainya, dia tidak akan berlaku zalim kepadanya.”

Kepada para wali, janganlah menyerahkan putrimu kepada seorang laki-laki sebelum meneliti agama dan kehidupannya. Jangan pula menyerahkan putrimu kepada laki-laki hanya karena alasan harta, jabatan, dan perihal duniawi lainnya. Serahkanlah putrimu hanya kepada laki-laki yang nyata taqwa dan memesona akhlaknya. Hanya dengan itu, Anda telah menjadi orang tua yang baik dengan mengantarkan putri Anda menuju bahagia dan berkah pernikahan.

Sebab jika salah menentukan suami bagi putri Anda, jalannya akan sangat pelik. Putri Anda akan menjadi istri dari laki-laki yang harus dia patuhi dalam seluruh aspek baik dan buruknya. Selain kepahitan di dunia, salah memilihkan suami bagi anak juga bisa mengakibatkan Anda sengsara di akhirat, misalnya jika sang putri memilih mengikuti kemaksiatan yang dilakukan oleh suaminya.

Maka benarlah nasihat Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar. Sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, istri Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits ini berkata, “Nikah adalah perbudakan. Oleh karena itu, hendaknya seseorang memperhatikan kepada siapa dia menyerahkan anak perempuannya.”

Inilah nasihat agung dari salah seorang wanita paling agung dari kalangan umat manusia. Nasihat mulia dari wanita yang menjadi istri seorang laki-laki yang paling mulia di langit dan bumi. Nasihat agung yang tak bisa dipungkiri kebenarannya dan hanya bermanfaat bagi orang-orang beriman yang mau memanfaatkannya.

Nasihat ini hendaknya diperhatikan oleh para wali agar mengetahui dengan teliti tentang jati diri calon menantunya. Periksa agamanya, ketahui akhlaknya. Jangan sampai menyerahkan anak perempuannya kepada orang yang salah, sebab dalam rumah tangga ada begitu banyak persoalan hidup yang bahkan tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Teliti. Kenali. Jangan sampai salah memilih. Sebab menikah merupakan terminal yang bisa bermakna ganda; bahagia dan berkah atau sengsara dan derita, di dunia hingga akhirat.

Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]

1 Comment

  • Daniel 17 Maret 2016

    Kalimat yang benar “menikah itu ibarat perbudakan” ini kalimat penekanan untuk perhatian para wali perempuan dalam mekilih calon suami bagi anak perempuannya

Comments are closed.