Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mensyariatkan sebuah perintah, kecuali terdapat hikmah yang amat banyak di dalamnya. Sayangnya, manusia terlampau bodoh sehingga perintah-perintah kebaikan itu justru berdampak buruk, bukan hanya bagi pelaku tapi juga bagi orang lain.
Nikah sirri, misalnya. Meski disahkan oleh syariat asal terpenuhi syarat dan rukunnya nikah, banyak keburukan yang lahir dari amalan ini karena bodohnya para pelaku. Semakin miris tatkala para pelaku itu beragama Islam, sebab seharusnya mereka menjadi yang terdepan dalam mengamalkan ajaran-ajaran Allah Ta’ala dan Rasulullah dalam seluruh aspek, termasuk saat menjalankan praktek nikah sirri.
Wanita ini tengah dirundung duka nestapa. Sudah sekitar seratus dua puluh hari lamanya, dia dan anaknya tidak mengetahui kabar seorang laki-laki yang empat tahun menikahinya secara diam-diam.
Dalam kurun waktu catur wulan itu, si laki-laki yang usianya terpaut puluhan tahun dengan si wanita benar-benar tidak memberikan hak si wanita sebagai istrinya. Bukan hanya nafkah materi yang luput, nafkah batin dan psikologis selayak didengarkan, berbagi kisah, dipeluk, atau ekspresi lainnya pun tidak.
Si wanita benar-benar kering dari kasih sayang dan cinta. Pikirannya kacau. Hatinya gelisah.
Sebenarnya, akan menjadi sederhana tatkala keduanya menikah dalam catatan kantor urusan agama. Sayangnya, keduanya menikah tanpa laporan ke pihak berwenang. Diam-diam. Siri. Hanya disaksikan oleh dua saksi, sang wali yang berasal dari keluarga si wanita, dan keluarga besar yang mengiringi.
Andai tercatat di kantor urusan agama, jalan bagi si wanita akan mudah. Sebab tidak mendapatkan nafkah lahir dan bathin selama empat bulan, si wanita bisa ajukan gugatan cerai dengan mudah. Dan itu dibolehkan, pernah pula terjadi di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Namun, kisahnya menjadi lain bagi si wanita. Laki-lakinya itu, kabarnya pernah dihubungi. Dia memang sesekali memberi kabar. Saat diajak berdiskusi secara serius, si laki-laki diam tanpa keterangan.
Digantung perkaranya.
Padahal, jika laki-laki itu sudah tak miliki sayang, dia hanya cukup berkata, “Aku ceraikan kamu.” Setelah kalimat itu terlontar, selesailah seluruh persoalan. Si wanita bisa bebas dan berpeluang mendapatkan jodoh lain yang lebih baik serta terbebas dari kezaliman yang dia dapatkan dari suaminya itu.
Sungguh, tak disentuh dalam masa itu bukan hal yang mudah. Apalagi bagi kaum hawa. Mereka butuh ekspresi cinta dari suami, dalam semua maknanya. Apalagi di zaman ini, masa ketika ujian duniawi begitu berat dan hal-hal ukhrawi terasa amat sukar digapai.
Semoga wanita ini segera mendapatkan kejelasan dari suaminya. Semoga Allah Ta’ala menolong-Nya. Semoga wanita-wanita lain tidak terjerumus dalam uji yang sama; kezaliman suami lantaran dinikahi secara diam-diam.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]