Rumah Tangga

Tanya Rasulullah: Bagaimana Pelayananmu Terhadap Suami (saat Jima’)?

Setelah menikah ada tuntunan agar suami istri saling melakukan kewajibannya dengan baik. Jika suami melakukan kewajibannya, maka para istri akan mendapatkan haknya dengan sempurna. Saat istri mengerjakan kewajibannya dengan mengesankan, maka suami akan ridha sebab haknya terpenuhi dengan baik.

Kaidah pemenuhan kewajiban hingga tercapainya hak dengan baik ini berlaku dalam semua bidang kehidupan rumah tangga, termasuk dalam hal jima’. Seorang suami wajib melakukan kewajibannya dalam hubungan paling dekat itu hingga istri mendapatkan apa yang dia butuhkan.

Istri pun demikian. Dia harus mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam melayani sang suami hingga laki-laki yang menjadi imamnya itu merasa ridha dan tidak melirik yang di luar sana.

Saking pentingnya kesadaran suami dan istri dalam jima’ ini, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mengingatkan dengan nada yang keras. Hal ini sebagaimana kita dapati dalam riwayat Imam Ibu Syaibah, Imam ath-Thabrani, Imam al-Haitsami dan Imam al-bahaqi.

Dalam riwayat yang dikutip oleh Ustadz Abu Umar Basyir dalam Sutra Ungu ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bertanya kepada seorang wanita, “Apakah engkau telah memiliki suami?”

“Iya.” jawab wanita itu.

“Bagaimana pelayananmu terhadapnya?” lanjut baginda Nabi.

“Aku hanya melayani sebisaku, kecuali jika aku tidak mampu melakukannya.” tutur si wanita.

“Perhatikanlah sebatas apa pelayananmu terhadapnnya. Karena ia adalah surga atau nerakamu.” pungkas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

Ada kaidah yang jelas dan menyeluruh dalam sabda Nabi ini. Bahwa pelayanan tidak sebatas pada kebutuhan jasmani, tapi juga terkait hak-hak biologis.

Ketika seorang suami ridha dengan pelayanan istrinya saat jima’, maka dia tidak hanya mendapatkan nikmat dan bugar di fisik, melainkan juga kejernihan pikiran dan bersihnya hati dari segala jenis gangguan dan godaan syahwat.

Sebaliknya, ketika istri bersikap dingin, malas-malasan, bahkan terkesan hanya melakukan kewajiban tanpa pelayanan yang menawan, maka dampak hancurnya terhadap suami dan kelangsungan rumah tangga amatlah signifikan.

Mula-mula suami akan membiarkan. Sebagian lainnya akan menyelesaikan sesuai kemampuannya. Dan sebagian lainnya memilih cuek bahkan abai.

Jika dibiarkan berlarut-larut, ini akan menjadi persoalan besar nan rumit.

Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]