Judul Pengakuan Bantal ini mengadopsi tulisan Dr Karim Asy Syadzili dalam bukunya, Kado Pernikahan. Isinya telah dikembangkan agar lebih relevan dengan kondisi kekinian dan kedisinian.
Seandainya bantal bisa bicara dan ia kita beri kesempatan memberikan kesaksian tentang suami istri yang saling mengeluhkan. Dan diam-diam memendam kekecewaan. Mungkin bantal akan berkata begini:
Aku merindukan seperti dulu. Sepuluh tahun yang lalu. Saat kalian menghempaskan kepala untuk kali pertama. Ada semerbak wangi. Dari baju dan badanmu. Ada semerbak harum. Dari wajah dan tanganmu.
Ada canda yang kudengar. Ada rayuan dan kata-kata gombal. Kutahu tak semuanya benar, tapi aku suka. Kata-kata romantis itu juga membuatku bahagia.
Ada kehangatan saat tangan kalian saling berpegangan. Ada bisik-bisik mesra. Dan begitu seterusnya hingga puncak bahagia.
Tapi kini, kalian jadi berbeda. Saat kalian menghempaskan kepala, ada semerbak penat dan bau keringat. Tak ada aroma parfum di baju dan badanmu. Mungkin kau lelah. Seharian bekerja membuatmu payah. Kau merasa sudah cukup baik dengan mencari nafkah.
Dan kau sang istri, tak kalah payah. Menghampiriku dengan daster aroma kelelahan. Tak ada wangi, yang tercium justru minyak kayu putih. Kau menganggap tak masalah. Karena seharian berjibaku dengan pekerjaan rumah. Juga mengurus anak-anak sepulang sekolah.
Bukan karena tak punya. Bukan. Karena kau wahai suami, pergi ke kantor dengan baju rapi dan berdasi. Sepatu disemir dan rambut diminyaki.
Bukan karena tak punya. Bukan. Karena kau wahai istri, pergi arisan dengan baju terkini dan jilbab rapi. Bahkan parfum terwangi kau pakai. Padahal itu menyelisihi syar’i.
Jangan canda yang kudengar. Apalagi rayuan dan kata-kata gombal. Justru kadang cerita masalah kerja dan masalah anak lalu ujung-ujungnya bertengkar.
Mana romatisme yang dulu. Mana kehangatan dan bisik kemesraan. Kalaupun kalian melakukan, seakan hanya karena kewajiban.
Tidakkah kalian merindukan saat-saat seperti dulu? Seperti hari-hari pengantin baru. Seperti masa-masa bulan madu. Masih ada waktu. Hangatkan kembali sebelum segalanya mati rasa. [KeluargaCinta]