Siang ini, kami kedatangan seorang tamu. Sosok berbadan tegap dan agak tambun ini mengisahkan nasib terbaru salah satu anaknya yang baru menikah dua pekan yang lalu. Si anak, demikian tutur sang laki-laki, masih menganggur. Belum ada kejelasan dari pihak perusahaan tempat dia bekerja.
Jika beberapa bulan sebelum menikah pihak perusahaan masih memberikan uang makan sebagai kompensasi atas ditutupnya produksi karena kelangkaan air sebagai sumber produksi, uang makan tersebut tidak lagi diberikan.
Nasibnya tidak jelas. Sementara sang istri harus tetap dinafkahi. Apa yang seharusnya dilakukan oleh si anak? Bukankah Allah Ta’ala menjanjikan bahwa siapa yang menikah dalam keadaan miskin, maka Dia akan memberikan kekayaan kepada hamba tersebut?
Pertama, hendaknya dia menyadari bahwa kejadian yang dialami saat ini adalah ujian dari Allah Ta’ala. Tidaklah sebuah ujian diberikan, kecuali seorang hamba mampu menghadapinya. Teruslah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala melalui ibadah wajib dan sunnah yang disyariatkan.
Kedua, berdiskusilah dengan istri. Berikan pemahaman dan pendidikan. Agar dia yakin. Agar dia tidak goyah. Sampaikan bahwa janji Allah Ta’ala amatlah pasti, mustahil diingkari. Ajak dia untuk senantiasa mendekat kepada Allah Ta’ala, sedekat-dekatnya.
Ketiga, rumuskan langkah-langkah teknis untuk mengupayakan nafkah. Mencari nafkah adalah kewajiban suami kepada istrinya. Diskusikan dengan baik. Lihat semua peluang. Lihat kemampuan diri.
Perhatikan kelebihan diri. Biasanya, sebuah profesi akan menghasilkan secara optimal jika sesuai dengan bakat dan kecenderungan seseorang. Disana ada cinta dan kerelaan hati. Sebaliknya, jika tidak disukai, meski hasilnya banyak, lambat laun akan terjadi kebosanan akut yang menyebabkan hilangnya rasa bahagia.
Keempat, mintalah doa dari orang tua. Satu-satunya kiat sukses yang harus dilaksanakan oleh seorang anak adalah dengan berbakti kepada orang tua. Minta maaf atas semua kesalahan, dan berkomitmenlah untuk menjadi anak yang baik.
Kelima, rajin-rajinlah melakukan silaturahim. Selain menautkan cinta antar sesama anggota keluarga, silaturahim dijamin oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam sebagai amalan yang bisa mendatangkan rezeki, memanjangkan umur, dan menolak bahaya yang mungkin terjadi.
Jika langkah-langkah ikhtiari sudah dikerjakan secara optimal, bertawakkallah kepada Allah Ta’ala dengan sebaik-baiknya tawakkal. Dengan tawakkal yang baik, seorang hamba akan diberi rezeki sebagaimana rezeki seekor burung yang beranjak di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di senja hari dalam keadaan tembolok yang terisi penuh. Kenyang. Bahkan membawa makanan untuk anak-anaknya.
Jadi, jangan khawatir. Pengangguran hanya status. Anda bisa tetap berpenghasilan jika mau berupaya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
1 Comment
Comments are closed.