Inspirasi

Risalah Cinta untuk Bujangan

Dengan menyebut nama Allah Ta’ala Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kepada saudaraku, para Bujangan, di mana pun Anda berada; semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala. Dialah sebaik-baik Pelindung dan Penolong bagi hamba-hamba-Nya.

Dalam risalah nan sederhana ini, izinkan aku memanggilmu dengan sapaan cinta, “Jang.”

Saudaraku,

Dulu, aku juga pernah seperti dirimu. Sendiri. Tak perlulah kukisahkan rasanya; sepi, sunyi, senyap, bosan. Kadang bergantian, seringkali rasa itu menyergap bersama.

Dulu, aku pun berpikir seperti yang kaupikirkan, “Nabung yang banyak, lalu menikah.” Faktanya, ekspektasi kita yang berlebihan seringkali menyakitkan. Apalagi ketika dirimu tak memiliki target yang jelas. Maka frasa ‘melayakkan diri’ sering kali hanya pemanis dan alasan belaka.

Saudaraku,

Benar jika menikah butuh kesiapan; ilmu, mental, agama, fisik dan juga finansial. Apalagi kita adalah laki-laki. Di pundak kita kelak terdapat amanah mendidik istri dan juga anak-anak. Maka benarlah, jika menikah tanpa persiapan, tak ubahnya menceburkan diri ke dalam samudra sementara dirimu tak kuasa berenang.

Tapi, Jang. Tolong timbang masak-masak. Bukankah selama ini kerap kaujalani banyak aktivitas yang modalnya adalah “nekat”, “jalani dulu”, “perbaiki sambil jalan”, dan sejenisnya. Lantas, soal nikah ini, mengapa tak kauterapkan kaidah serupa?

Karena itu, tolong pikirkan masak-masak, “Jangan-jangan yang mendominasi hati dan pikiranmu hanyalah kemandirian semu yang identik dengan tabungan puluhan juta, rumah sekian unit, kendaraan ber-roda-roda, dan sejenisnya?”

Jika demikian, maafkan aku, Jang. Sebab dirimu, telah salah berpikir.

Saudaraku,

Kelak kaupahami, bahwa menikah tak sehoror yang ada dalam pikiranmu.

Menikah. Ada istri. Tak bebas lagi. Gak pulang, ditanyain. Pulang cepat gak bawa uang, dimarahin. Kerja keras katanya gak ada waktu untuk istri dan anak. Jarang kerja katanya malas, anak-istri butuh kesejahteraan. Salah sedikit, istri marah. Gak punya uang, istri cemberut.

Lihat tetangga beli mobil, panas. Nglirik orang-orang makan di rumah makan mewah, gerah. Dengar kisah teman-teman liburan di dalam dan luar negeri, keluar keringat dingin. Dan sebagainya.

Padahal, Jang, bayangan itu semu dan landasannya adalah ketakutan yang tak berdasar. Faktanya, pernikahan itu menyenangkan. Tapi maaf, aku tak akan mengisahkannya secara detail, biar kau saja kelak yang menjalani dan merasakannya.

Maka bersegeralah, Jang. Siapkan bekal seperlunya. Serahkan niat dan takdirmu kepada Allah. Upayakan sebisamu. Azzamkan untuk meneladani sunnah Nabimu. Dan, ambil langkah besar dengan menikahi wanita-wanita yang kausukai sebab agama dan perangainya.

Musyawarahkan dengan Allah dalam istikharah. Diskusikan dengan keluarga yang bijak pendapatnya. Pikirkan masak-masak, dan putuskan sesegera mungkin sesuai kemampuanmu. Jika niatmu benar, yakinlah satu hal, “Allah Ta’ala mustahil menelantarkan diri dan istrimu.”

Kuatkan keyakinanmu dengan senantiasa mendekatkan diri melalui ibadah wajib dan sunnah. Shalat lima waktu di masjid, puasa sunnah, membaca al-Qur’an, menghadiri majlis ilmu, silaturahim, dan kerja-kerja finansial untuk semakin menguatkan diri dan keluargamu kelak.

Kelak setelah kauambil amanah besar itu, yakinlah satu hal, “Satu keindahan akan menghapuskan ribuan gulana yang kaualami sebelumnya.” Apalagi, tolong percaya kepadaku, “Dalam pernikahan ada nikmat surga yang Allah Ta’ala izinkan bagimu untuk mencicipinya.”

Jang, sudah dulu ya. Sebab kalau terlalu panjang, aku khawatir kau akan bosan membaca tulisanku ini. 😀 [Pirman]

5 Comments

  • Ferry Yansyah 8 April 2015

    🙂

  • fdeden 8 April 2015

    Mantap & Lanjut Gaan…

  • thalib 8 April 2015

    Menikah. Ada istri. Tak bebas lagi. Gak pulang, ditanyain. Pulang cepat gak bawa uang, dimarahin. Kerja keras katanya gak ada waktu untuk istri dan anak. Jarang kerja katanya malas, anak-istri butuh kesejahteraan. Salah sedikit, istri marah. Gak punya uang, istri cemberut.

    Lihat tetangga beli mobil, panas. Nglirik orang-orang makan di rumah makan mewah, gerah. Dengar kisah teman-teman liburan di dalam dan luar negeri, keluar keringat dingin.

    memang itu yang terjadi

  • sri_holmes 8 April 2015

    Di sebelah mana nya…bukti bahwa pernikahan menyenangkan?….nonsense….kalau bukan karena takut pada Alloh….saya sudah bosan menjalani pernikahan ini….

  • kelly crew 9 April 2015

    Masalah nikah kok modal ” Nekad ” ga salah nih artikel,,,trus kalo di tanya sama calon mertua : ” kamu sudah siapkan apa buat menghidupi anak saya,,,trus jawabnya saya siap nekad gitu,,,waduh yang ada bukan di nikahin sama anaknya ,,justru di lemparin golok sama bapaknya .

Comments are closed.