Tahukah Bunda, istilah yang sering diulang Raden Ajeng Kartini dalam surat-suratnya hingga dipilih Mr Abendanon menjadi judul buku pahlawan perempuan ini?
Door Duisternis Tot Licht. Kata-kata ini kemudian diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Terjemahan itu puitis, namun kurang tepat. Yang lebih tepat adalah Dari Kegelapan Menuju Cahaya.
Kartini memang terinspirasi dari Al Qur’an: من الظلمات الى النور
Di akhir hayatnya, Kartini belajar Islam dengan mempelajari Al-Qur’an. Yakni setelah bertemu Kyai Sholeh Darat dan mendapat hadiah terjemah Al-Qur’an Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran dari ulama itu. Dalam Al-Qur’an kata Minadh Dhulumaati Ilan Nuur disebutkan tujuh kali: QS. Al-Baqarah : 257, QS. Al-Maidah : 16, QS. Ibrahim : 1, QS. Ibrahim : 15, QS. Al-Ahzab : 43, QS. Al-Hadid : 9, dan QS. Ath-Thalaq : 11.
Setelah mempelajari Islam, Kartini mengalami pencerahan. Fikrahnya berubah dari mengagumi Barat menjadi menentang upaya Belanda yang datang ke Indonesia juga dalam misi kristenisasi.
Maka Kartini pun menuangkan fikrahnya dalam surat kepada Abendanon:
“Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi? …. Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]
Kartini juga menggariskan cita-cita pendidikannya. Agar kaum wanita menjadi madrasatul ula, sekolah pertama yang mampu mendidik putra-putrinya menjadi generasi yang lebih baik.
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]
Hari ini kita memperingati Hari Kartini. Maka, mari hidupkan cita-cita sejati Kartini. Mendidik generasi masa depan yang lebih baik. Menjadi sekolah pertama bagi anak-anak kita. Menjadi perempuan tangguh yang siap menjawab segala tantangan zaman di bawah naungan Al Qur’an. [Ummi Liha/KeluargaCinta]