Salah satu tujuan disyariatkannya pernikahan adalah menjaga kelangsungan generasi yang meninggikan kalimat Allah Ta’ala di muka bumi. Karena itu, aktivitas intim suam-istri menjadi suatu keharusan. Ianya dihukumi wajib dan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, tidak boleh asal-asalan.
Seorang suami idaman ialah mereka yang sehat secara syahwat. Tidak loyo. Mampu memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Sehingga para istri merasakan bahagia yang tidak mungkin didapati oleh mereka yang tidak menikah, sebab pemenuhan kebutuhan biologis terkait syahwat hanya diizinkan dalam ikatan suci pernikahan syar’i.
Soal kesehatan syahwat ini, para istri hendaknya bersikap teliti. Sebab, mereka hanya dibolehkan menikah dengan satu suami, haram melakukan poliandri. Karenanya, seorang Muslimah harus memastikan kondisi kesehatan syahwat calon suaminya dengan cara yang dibenarkan oleh agama.
Berbeda dengan Muslimah calon istri, seorang laki-laki Muslim lebih ‘diuntungkan’ sebab adanya syariat poligami. Jika pun istri pertama kurang memenuhi ekspektasi kebutuhan biologisnya, ia dibolehkan melakukan pernikahan kedua, ketiga, hingga keempat, tanpa menceraikan istri pertamanya.
Sedangkan bagi seorang istri, jika ternyata suaminya lemah syawat, ia hanya memiliki dua pilihan; bersabar atau ajukan gugatan perceraian. Islam sebagai agama yang komprehensif mengakomodir hal ini dengan sangat baik. Ialah hukum pertengahan agar tidak ada satu pun pihak yang dizalimi.
Salah satunya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqi Rahimahullah, bahwa Sayyidina Umar bin Khaththab pernah berkata tentang laki-laki yang lemah syahwatnya, “Dia diberi tenggang waktu hingga satu tahun. Jika mendapatkan kesembuhan (pernikahannya diteruskan). Dan jika tidak sembuh, mereka boleh diceraikan dan istri berhak atas maharnya dan harus ber’iddah.”
Penting dijadikan catatan, sehat secara syahwat adalah hak para dokter untuk menentukan. Namun, semuanya dikembalikan kepada masing-masing pasangan, sebab manusia diciptakan dengan kekuatan syahwat yang berbeda-beda hingga tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.
Ketika seorang istri mendapati suaminya tidak sehat dalam hal ini, kemudian bersabar dan melakukan serangkaian pengobatan serta menumbuhkan kepercayaan diri sang suami hingga mendapatkan kesembuhan, maka hal itu lebih baik dan menjadi salah satu keutamaan bagi istri tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa istri yang baik, salah satunya, ialah sosok yang mampu membangkitkan syahwat suaminya. Bukan sibuk merutuk dan membandingkan dengan kisah-kisah dari wanita lain tentang suami mereka. Na’udzubillah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]